Jokowi Pilih Andika Perkasa Jadi Calon Panglima TNI, Koalisi: Langkah Mundur

Reporter: Budiarti Utami Putri

Editor: Syailendra Persada

Jumat, 5 November 2021 06:38 WIB

TEMPO.CO, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menolak keputusan Presiden Joko Widodo mengajukan Jenderal Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI. Koalisi menilai pencalonan Andika merupakan langkah mundur yang diambil Jokowi.

“Koalisi masyarakat sipil menolak usulan Presiden kepada DPR yang mengajukan nama Andika Perkasa sebagai Panglima TNI yang baru,” kata perwakilan Koalisi, Usman Hamid dalam konferensi pers, Kamis, 4 November 2021.

Usman menduga keputusan Jokowi menunjuk Andika karena faktor politis. Dia menengarai hal ini tak terlepas dari kedekatan mertua Andika, Abdullah Mahmud Hendropriyono dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Hendropriyono merupakan Kepala Badan Intelijen Negara saat Megawati menjabat Presiden RI.

“Dalam banyak hal Presiden bisa dianggap tidak memiliki otonomi untuk mengambil keputusan sendiri dan sangat bergantung dengan kepentingan politik di sekitarnya,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia ini.

Koalisi menyatakan ada tiga permasalahan serius dari pencalonan Andika. Pertama, Presiden Jokowi dinilai mengesampingkan pola rotasi matra dalam pergantian Panglima TNI yang berlaku di era Reformasi.

Peneliti Imparsial Hussein Ahmad mengatakan, rotasi ini penting agar tak ada salah satu matra yang terkesan diistimewakan. Dia mengingatkan bahwa angkatan darat sudah menjadi anak emas dengan selalu memimpin angkatan bersenjata di masa Orde Baru.

“Rotasi ini penting agar menghindari kecemburuan di internal angkatan bersenjata kita,” kata Hussein dalam konferensi yang sama.

Penunjukan Andika juga dinilai menyalahi prinsip filosofis pertahanan negara. Menurut Usman Hamid, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 mengatur bahwa pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia, yang merupakan negara kepulauan.

Usman mengatakan, kondisi geografis ini mestinya menjadi pertimbangan Presiden untuk merotasi jabatan Panglima TNI. Dia menilai, pengisian jabatan panglima yang didominasi oleh angkatan darat justru bisa menghambat reformasi TNI menuju paradigma pertahanan yang berbasis negara kepulauan.

Usman juga menyinggung eskalasi konflik di Laut Cina Selatan. Menilik hal tersebut, kata dia, Indonesia memerlukan Panglima TNI yang memiliki cara pandang strategis di sektor kelautan dan negara kepulauan.

“Dalam hal ini semestinya Presiden mengangkat Kepala Staf Angkatan Laut sebagai pejabat Panglima TNI yang baru,” kata Usman.

Kedua, Koalisi menyoroti rekam jejak Andika di bidang hak asasi manusia (HAM). Nama Andika Perkasa diduga terlibat kasus pembunuhan tokoh Papua Barat, Theys Eluay.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti mengatakan Presiden Jokowi mestinya membongkar kasus tersebut hingga tuntas. Fatia meminta Jokowi tak memperpanjang rantai impunitas yang mengakar di institusi TNI.

“Jika Andika diangkat tanpa konsiderasi terkait keterlibatannya dalam kasus itu maka sebetulnya Jokowi kembali melakukan kebohongan dan janji semu kepada para keluarga korban dan korban pelanggaran HAM masa lalu,” ujar Fatia.

Dikutip dari Majalah Tempo edisi 23 November 2018, Andika mempersilakan pihak-pihak yang menudingnya terlibat pembunuhan Theys Eluay menyelidiki sendiri kasus tersebut. 

Ketiga, Koalisi menyoroti nilai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Andika Perkasa yang mencapai Rp 179,9 miliar. Andika tercatat memiliki aset tanah di luar negeri, yakni tiga di Amerika Serikat dan satu di Australia.

Perwakilan Koalisi dari Public Virtue Research Institute, Raafi Ardikoesoema menghitung perkiraan pendapatan Andika dari gajinya sebagai KSAD sekitar Rp 37 juta dan komisaris PT Pindad sebesar Rp 100 juta.

Jika menghitung kasar dengan memukul rata pendapatan Andika sebesar Rp 140 juta setiap bulan, dikalikan lama pengabdian sebagai anggota militer, kata Raafi, angka yang didapat pun masih jauh dari Rp 179 miliar.

“Selama ini kita belum pernah mendengar dari mana sumber kekayaan Jenderal Andika Perkasa berasal. Jika berasal dari sumber tidak legal, ini bisa menjadi masalah ke depannya,” kata Raafi.

Andika juga baru pertama kali melaporkan LHKPN pada Juni 2021 lalu. Menurut Raafi, hal tersebut bertentangan dengan Peraturan KPK Nomor 4 Tahun 2020 yang mewajibkan Andika melapor LHKPN. “Komitmennya terhadap transparansi diragukan,” ujar Raafi.

Koalisi pun mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk serius dan independen dalam menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap Andika Perkasa. Koalisi mendesak DPR melakukan fit and proper test secara terbuka, bukan dalam forum tertutup.

Dewan juga didesak melibatkan lembaga yang kredibel dalam memeriksa rekam jejak Andika, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga kelompok masyarakat sipil. Hussein Ahmad mengatakan, DPR berwenang untuk tak menyetujui calon Panglima TNI usulan Presiden.

“DPR punya kewenangan untuk tidak menyetujui usulan Panglima TNI dari Presiden. Dia bisa menolak, dikembalikan kepada Presiden,” kata dia soal Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI.

id_IDBahasa Indonesia