Oleh: Andrian Pratama Taher – 8 Oktober 2021
tirto.id – Presiden Joko Widodo meresmikan pembentukan komponen cadangan (Komcad) angkatan 2021 di Pusdikpassus, Batujajar, Jawa Barat, Kamis (7/10/2021). Ada 3.103 orang yang akan menjadi angkatan pertama komponen cadangan sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (UU PSDN).
Mereka terdiri atas rekrutan di Rindam Jaya 500 orang, Rindam 3 Siliwangi 500 orang, Rindam IV Diponegoro 500 orang, Rindam V brawijaya 500 orang, Rindam XII Tanjungpura 499 orang dan Universitas Pertahanan 604 orang.
Dalam sambutan pengukuhan komcad, Jokowi menegaskan bahwa para anggota komcad kembali ke masyarakat. Jokowi menegaskan, para komcad hanya akan bertugas bila diminta negara.
“Masa aktif komponen cadangan hanyalah pada saat mengikuti pelatihan dan pada saat mobilisasi, tetapi anggota komponen cadangan harus selalu siaga jika dipanggil negara,” kata Jokowi saat berpidato peresmian komponen cadangan angkatan pertama.
Jokowi juga mengingatkan para komponen cadangan hanya bergerak atas perintah presiden dengan persetujuan DPR dan di bawah kendali Panglima TNI. Ia pun menekankan bahwa komponen cadangan tidak bisa bergerak kecuali untuk kepentingan bangsa.
“Artinya tidak ada anggota komponen cadangan yang melakukan kegiatan mandiri. Perlu saya tegaskan komponen cadangan tidak boleh digunakan untuk lain kecuali kepentingan pertahanan. Komponen cadangan hanya untuk kepentingan pertahanan dan kepentingan negara,” kata Jokowi.
Meskipun sudah disahkan Jokowi, tapi sejumlah pihak masih menyuarakan penolakan pembentukan komponen cadangan tersebut. Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengaku masih ada masalah dalam dasar hukum komponen cadangan.
Ia menyoroti bahwa Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara hanya memberikan batasan sebagai pendukung komponen utama, tetapi UU PSDN memberi ruang bagi para komponen cadangan untuk bergerak dalam perang hibrida.
“Kami khawatir adanya ruang kabur tersebut dari kata ‘hibrida’ membuka peluang untuk menggunakan komponen cadangan untuk kepentingan lain karena berdampak pada kaburnya juga pembagian tugas, peran dari institusi,” kata Rivanlee kepada reporter Tirto, Kamis (7/10/2021).
Rivanlee lantas menerangkan hal tersebut menjadi alasan mereka mengajukan judicial review UU PSDN ke Mahkamah Konstitusi bersama Koalisi NGO untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Koalisi ini menggugat 14 pasal dalam UU PSDN yakni Pasal 4 ayat (2) dan (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20 ayat (1) huruf a, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 46, Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU PSDN. Gugatan ini diajukan pada Senin (31/5/2021) dengan nomor perkara Perkara Nomor 27/PUU-XIX/2021. Perkara ini masih memasuki pemeriksaan perkara dengan sidang terakhir pada 25 September 2021.
Rivanlee mengaku, kekaburan pasal berpotensi menimbulkan masalah. Salah satu kekhawatiran mereka adalah kemungkinan penggunaan komponen cadangan di luar persetujuan DPR seperti penggunaan TNI beberapa kali tanpa persetujuan DPR.
“Untuk TNI yang banyak terlibat aktif dan berlebihan di luar persetujuan DPR dan presiden untuk OMSP. Preseden tersebut membuat khawatir atas pemanfaatan komcad untuk ‘kepentingan’ lain,” kata Rivanlee.
Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri melihat lebih jauh. Menurut Gufron, presiden belum mendapat informasi penuh soal polemik komponen cadangan sehingga Jokowi meresmikan komponen yang diamanatkan mendukung TNI itu.
“Saya menduga gitu [presiden mengesahkan tanpa mengetahui masalah], makanya ya setuju-setuju saja padahal dalam konteks pengelolaan sektor pertahanan, saya kira ini akan menjadi problem serius ya, hari ini dan ke depan terutama terkait dinamika sektor keamanan demokrasi dan HAM,” kata Gufron kepada reporter Tirto.
Gufron menyoalkan beberapa hal dalam pembentukan komcad. Pertama, ia mempertanyakan urgensi pembentukan komcad. Ia mengingatkan komcad dibentuk untuk mendukung komponen utama, yakni TNI. Akan tetapi, TNI masih mengalami masalah seperti soal kesejahteraan maupun modernisasi alutsista.
Menurut Gufron, masalah tersebut penting diselesaikan pemerintah daripada mengalokasikan anggaran untuk pembentukan komcad. Sebagai catatan, pembentukan komcad menelan anggaran hingga Rp1,1 triliun. Kemenhan mengklaim, anggaran tersebut justru lebih efisien dan membawa penghematan anggaran.
“Yang kedua kita mau berperang dengan siapa hari ini bahkan prediksinya 15-20 tahun ke depan kita belum akan berperang dengan negara tetangga. Nggak ada ancaman riil yang sekarang dihadapi,” kata Gufron.
Gufron menambahkan, “Jadi buat apa bentuk komponen cadangan yang urgensi pemanfaatannya hari ini dipertanyakan, yang ada alokasi anggaran terbuang buat saya, nggak efisien, tidak terlalu kontributif penguatan sektor pertahanan, mereka juga gak akan melakukan apa-apa, nggak ngapa-ngapain,” kata Gufron.
Kedua, Gufron menyoalkan prinsip kesukarelaan. Konsep sukarela dalam komponen cadangan masih tidak sepenuhnya adil. Ia mencontohkan bagaimana masyarakat yang ikut program komponen cadangan hanya bisa memilih hingga mereka mendaftarkan diri. Begitu mereka diterima sebagai komponen cadangan, mereka terikat kontrak permanen dan tidak bisa mundur dari komponen cadangan.
Di sisi lain, komponen cadangan juga memaksa sumber daya alam untuk bisa digunakan Kementerian Pertahanan dengan alasan sumber daya alam cadangan. Hal tersebut membuat masyarakat harus “sukarela” begitu Kementerian Pertahanan menerbitkan surat bahwa sumber daya alam yang dimiliki oleh seseorang adalah kebutuhan untuk komponen cadangan.
“Jadi ada potensi abuse yang sangat besar terkait kewenangan terhadap SDM yang cenderung dipolitisasi untuk tujuan-tujuan sifatnya politis, termasuk juga komponen terhadap sumber daya alam. Ada potensi abuse dengan dalih misalnya komponen cadangan,” kata Gufron.
Gufron lantas menekankan bahwa permasalahan komponen cadangan muncul sebagai konsekuensi minimnya kontrol sipil dalam reformasi sektor keamanan dan militer, baik presiden, parlemen atau kementerian pertahanan. Minimnya kontrol membuat agenda reformasi stagnan. Komcad membuat ruang militer masuk dalam keamanan dalam negeri.
Dengan komcad, itu juga memberi ruang bagi militer untuk lewat Komcad tadi ke dalam isu-isu keamanan dalam negeri,” kata Gufron
Ia mengatakan, tafsir pasal dengan wewenang luas komcad yang problematik bisa memicu masalah. Salah satunya adalah bagaimana upaya pemerintah mengontrol para komcad ini agar tidak memicu gerakan paramiliter di masyarakat.
Ia mengingatkan, tidak sedikit gerakan masyarakat yang mengarah pada aksi paramiliter seperti ormas-ormas yang menggunakan konsep militer seperti aksi penyerangan kepada kelompok masyarakat sipil sebagai perpanjangan anggota aparat keamanan seperti kisah Aceh, Timor-Timur dan kisah penyerangan kantor organisasi sipil
Oleh karena itu, Gufron menegaskan Imparsial akan terus melakukan judicial review untuk pelaksanaan komponen cadangan di Mahkamah Konstitusi meski komponen cadangan disahkan pemerintah saat ini.