Pemerintah dan Pemda Harus Kedepankan Persuasi dalam Penegakkan PPKM

19 Juli 2021 | 11:14:56

Oleh: Gufron Mabruri

PUBLICANEWS-PADA 3 Juli 2021 pemerintah mengumumkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali. Kondisi ini diambil pemerintah setelah kasus aktif Covid-19 naik secara signifikan.

Langkah ini memang perlu segera dilakukan guna mencegah segala akibat buruk dari kenaikan kasus Covid-19 seperti meningkatnya angka kematian atau tumbangnya fasilitas kesehatan. Namun demikian, penerapan aturan PPKM yang dijalankan secara represif oleh aparat di sejumlah daerah telah menimbulkan berbagai persoalan baru di masyarakat.

Kami memandang, penerapan aturan PPKM oleh pemerintah dan pemerinntah daerah untuk mencegah penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat dan semua akibat buruk yang ditimbulnnya memang penting dilakukan.

Pandemi Covid-19 harus ditanggulangi secara serius, mengingat dampaknya tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat tetapi juga mempengaruhi sektor-sektor kehidupan sosial lainnya. Namun demikian, penerapan aturan PPKM tersebut harus tetap dilakukan sesuai koridor hukum dan tetap mengacu pada prinsip kewajiban negara untuk menghormati, menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). 

Peristiwa penggunaan kekerasan atau tindakan koersif yang berlebih dalam penegakan PPKM di sejumlah daerah menjadi catatan serius dan harus dihindari oleh aparat di lapangan. Imparsial mencatat, setidaknya berdasarkan pemantauan media telah terjadi setidaknya 50 kasus penggunaan kekerasan atau tindakan koersif lainnya selama masa penegakan PPKM Darurat ini. 

Bentuk tindakannya beragam, seperti peristiwa pemukulan yang dilakukan oleh aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terhadap warga di Kabupaten Gowa (14/07/2021), aksi penyemprotan warung menggunakan mobil pemadam kebakaran di Semarang, penyitaan barang-barang milik pedagang, dan lain-lain. Berbagai peristiwa tersebut seharusnya tidak terjadi jika pemerintah dan pemerintah daerah mampu memberikan solusi atas kondisi riil yang dihadapi masyarakat.

Lebih jauh, penggunaan kekerasan atau tindakan koersif oleh aparat di lapangan dapat memicu kemarahan masyarakat dan berpotensi mendorong terjadinya pembangkangan sipil (civil disobedient) terhadap kebijakan pemerintah.

Jika hal ini terjadi, tentunya semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat akan dirugikan akibat berlarut-larutnya pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat. Di satu sisi, pemerintah dan pemerintah daerah akan menanggung akibat berlarutnya situasi darurat Covid ini, di sisi lain kehidupan masyarakat juga semakin sulit khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Kami menilai, penerapan aturan PPKM di masyarakat akan berjalan efektif jika aparat pemerintah di lapangan seperti Satpol PP, kepolisian dan TNI lebih mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis kepada masyarakat. Tentu saja kami sangat menyadari bahwa meningkatnya data Covid-19 harus menjadi perhatian serius semua pihak, apalagi di tengah tenaga kesehatan maupun fasilitas kesehatan yang terbatas. Meski demikian, kondisi tersebut semestinya tidak digunakan sebagai dasar untuk mendorong pendekatan koersif dalam penegakan aturan PPKM kepada masyarakat.

Dalam konteks itu, pemerintah dan pemerintah daerah, terutama aparat di lapangan harus memahami bahwa di tengah musibah pandemi Covid-19 rakyat berada dalam posisi yang sulit untuk bertahan hidup terlebih di tengah absennya negara untuk melindungi hak-hak ekonomi masyarakat khususnya masyarakat miskin yang terdampak pandemi dan kebijakan PPKM.

Kami mendesak, pemerintah dan pemerintah daerah harus mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis dalam mendorong masyarakat untuk taat terhadap kebijakan PPKM yang sedang dilaksanakan. Sejalan dengan itu pemerintah juga harus memberikan kompensasi kepada masyarakat terdampak sebagaimana disebutkan Pasal 55 Ayat 1 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Adalah ironis apabila pemerintah memaksa masyarakat untuk taat terhadap kebijakan PPKM tanpa adanya bantuan yang memadai bagi kebutuhan pokok masyarakat tersebut. Pada satu sisi masyarakat diminta untuk menghentikan seluruh aktivitas ekonomi dan berdiam diri di dalam rumah masing-masing tetapi negara justru melepaskan tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.***

Jakarta, 19 Juli 2021

Direktur Imparsial
Gufron Mabruri

id_IDBahasa Indonesia