Perjumpaan Lintas Iman Tokoh Masyarakat: Dialog Keberagaman

Kegiatan saling mengenal dan memahami dapat melunturkan prasangka buruk

Dialog Keberagaman adalah suatu kegiatan yang diadakan bersama pemangku umat Hindu di Pure Segoro Wukir Pantai Ngobaran Gunung Kidul, yang diikuti oleh para pemuda, tokoh perempuan dan juga para tokoh masyarakat Ngargoyoso Pada tanggal 18 Desember 2022.

Kegiatan dibuka oleh P. Gimanto selaku Fasilitator pada pukul 13:10, beliau menjelaskan maksud kedatangan komunitas ke Pure. Oleh karena ingin melakukan dialog atau sharing soal sejarah dan bagaimana situasi Pure Segoro Wukir di Gunung Kidul sekarang. Kemudian  disambut selanjutnya penjelasan soal Pure oleh narasumber yaitu Bu Sri yang merupakan seorang pemangku di Pure tersebut. 

Bu Sri memulai dengan menjelaskan kondisi geografis Ngobaran, setelah itu ia  menyebutkan bahwa di Kabupaten Gunung Kidul terdapat 16 Pure dari yang kecil maupun besar. Menurut catatan, jumlah umat hindu yang ada di Kabupaten Gunung Kidul sekitar 1000  umat hingga saat ini. 

Lebih jauh lagi membahas sejarah Pure yang merupakan tempat ibadah agama hindu, khususnya Pure Segoro Wukir yang sedang dikunjungi oleh para peserta.  Pure ini didirikan pada tahun 1982 oleh para sesepuh yang dipelopori oleh Pak Nardi, beliau dipercayai memiliki kekuatan yang luar biasa.

Sementara itu kisah lainnya, Konono di Ngobaran juga dijadikan sebagai tempat pelarian Brawijaya ke-V. kisah tersebut didukung dengan adanya petilasan Brawijaya di Ngobaran, terdapat Sedang Pamoran, Sendang merupakan nama tempat suci untuk berendam bagi orang-orang yang memiliki tujuan tertentu seperti, ingin naik jabatan, ingin awet muda dsb. 

Semenjak berdirinya Pure di tahun 1982 sampai 1990, hanya para sesepuh yang melakukan ibadah ataupun Yoga Samadi di Pure. Tetapi tahun-tahun setelahnya mulai ada peningkatan fasilitas dan diadakan kegiatan lain. antara lain lahun 1990 mulai melakukan kegiatan terutama kegitan ritual Melasti. Kemudian tahun 2008 para sesepuh melakukan pendekatan kepada Sultan Hamengku Buwono ke-9 sehingga, Sultan memberikan tanah seluas 2500 m2 untuk dibuat Pure. Sehingga pada tahun 2008 bersama Pembimas Hindu, P Nyoman Warte, Guru-guru serta umat Hindu setempat mendirikan pelinggih kecil untuk persembahyangan umat hindu. Tahun demi tahun, mulai mengadakan kegiatan Melasti (rangkaian perayaan sebelum hari raya nyepi) setiap tahun dilakukan 2 kali  saat purnama. Umat hindu yang sembahyang ke Pure tidak hanya warga lokal, tapi juga dari Jogja, Klaten, Karanganyar, Sragen dan daerah lainnya. Terakhir setelah tahun 2009, P Joni seorang Katolik dari Bali berinisiatif untuk membangun Pure di Ngobaran, sampai tahun 2019 bangunan-bangunan mulai banyak.

Setelah menjelaskan sejarah, Bu Sri mulai menjelaskan masing-masing bangunan yang ada di Pure mulai dari Candi Eyang Semar, Candi Ratu Gede, Candi Prabu Brawijaya V, Candi Astana Kajeng Ratu Kidul (dipercayai sebagai pamomongnya segoro kidul), Candi Sang Hyang Baruna (Dewa Penguasa Laut), dan yang terakhir yaitu Patmasana (Istana Sang Hyang Widhi). 

Ada hal menarik dari Pure ini, Bu Sri  menjelaskan di bawah Pure terdapat aliran air, jika air laut sedang surut, akan nampak sumber mata air yang banyak diburu oleh wisatawan lokal maupun luar jawa, karena air tersebut dipercaya memiliki kekuatan lebih. 

Bu Sri juga tidak lupa menjelaskan sekilas mengenai ajaran Hindu, beliau menjelaskan sebutan untuk menyebut Tuhan YME dalam agama Hindu yaitu Sang Hyang Widi, lalu menjelaskan kenapa sebutan Tuhan di Hindu banyak, karena fungsi dan tugasnya yang berbeda-beda. Beliau menegaskan bahwa bukan batu yang di sembah oleh umat hindu  tapi Sang Hyang Widhi atau yang tidak kelihatan. Hal tersebut yang menjadi alasan di dalam agama Hindu terdapat banyak simbol-simbol. Lebih detail dalam ajaran dalam umat hindu seperti adanya Tri Murti yaitu Tuhan sebagai pencipta (Brahma), Tuhan sebagai  pemelihara (Wisnu), Tuhan sebagai perusak (Siwa). Selain Tri Murti juga terdapat ajaran Tri Hitakarana tiga penyebab keharmonisan yakni hubungan manusia dengan tuhan, hubungan antara manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam. 

Mengenai hubungan dengan lingkungan setempat, Bu Sri juga menyebut program pemerintah soal moderasi beragama, beliau menegaskan bahwa setiap agama-satu dengan agama yang lain memiliki haknya masing-masing. 

Sesi pemaparan soal Pure selesai, dilanjutkan dengan tanya jawab oleh 3 peserta, masing-masing berisi pertanyaan tentang arti simbol-simbol yang ada di candi, makna ritual di rumah ataupun restoran dan juga perbedaan hindu di Jawa, Bali dan India.  Kegiatan kemudian ditutup oleh Fasilitator pada pukul 14.10 setelah dialog selesai. Kegiatan ini bermuara untuk saling mengenal serta memahami sehingga melunturkan prasangka buruk dan membangun toleransi serta kerukunan dalam kemanusiaan.

en_GBEnglish (UK)