Pelatihan Kader Penggerak Perdamaian Gunungjati

Pengaruh pemilihan peserta sebagai media untuk menyuarakan toleransi, kerukunan dan perdamaian.

Imparsial bekerjasama dengan Kecamatan Gunungjati dan Pelita Perdamaian menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Kader Penggerak Perdamaian bagi tokoh masyarakat, perempuan dan pemuda lintas iman di Gunung Jati, Cirebon. Kegiatan ini berupaya untuk memperkuat kerja-kerja komunitas dalam menjaga dan merawat toleransi kerukunan dan perdamaian di masyakarat. Pelatihan ini bermaksud agar para peserta setelah kembali ke desanya masing-masing diharapkan mampu mengelola modal sosial yang dimilikinya untuk menggerakan dan membersamai anggota komunitasnya untuk menjaga dan merawat kerukunan, toleransi dan perdamaian di lingkungan sosialnya.

Kegiatan ini merupakan lanjutan dari pelatihan analisa sosial sebelumnya. Dengan menggunakan konsep/tema Jagongan Keberagaman untuk Merawat Toleransi dan Kerukunan, kegiatan diselenggarakan selama dua hari (17-18 Desember 2022). Di hari pertama, pada pukul 12.00 WIB para peserta berdatangan dan melakukan registrasi. Setelah, sudah banyak yang melakukan registrasi, kegiatan dimulai sekitar pukul 13.00 WIB. Pelatihan ini dihadiri perwakilan dari empat (4) desa dampingan, yakni Desa Adidharma, Desa Jatimerta, Desa Jadimulya, dan Desa Klayan. Pelatihan dihadiri oleh 45 orang peserta yang berasal dari tiga (3) kelompok sasaran, yaitu Tokoh Masyarakat, Perempuan, dan Anak Muda dengan komposisi 17 perempuan dan 28 orang laki-laki. 

Pada hari pertama kegiatna dibuka oleh Co-fasilitator, dilanjut dengan menyanyikan Indonesia Raya. Setelah itu dilanjutkan sambutan dari Imparsial yang menyampaikan bahwa toleransi, kerukunan dan perdamaian merupakan hal yang mutlak dibutuhkan dan harus terus diupayakan. Peristiwa bom bunuh diri di Bandung pada tanggal 7 Desember 2022 merupakan salah satu contoh mengapa kita harus terus mengupayakan toleransi dan perdamaian di tengah masyarakat agar tidak terjadi di daerah kita atau yang lainnya. Oleh karena itu kegiatan ini sangat relevan dilakukan untuk para peserta selepas kegiatan bisa membawa pesan perdamaian kepada masyarakat di lingkungannya masing-masing. Camat Gunungjati juga hadir dalam kegiatan pelatihan dan menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat. Beliau meminta kepada peserta untuk bisa menyebarkan materi yang didapat dalam kegiatan ini kepada masyarakat yang lebih luas.

Memasuki inti kegiatan yaitu Jagongan Keberagaman (pelatihan pengorganisasian masyarakat) yang dipandu oleh Devida sebagai Fasilitator. Devida mengajak diskusi peserta untuk memahami toleransi terhadap orang yang berbeda, suku, etnis dan agama. Di tengah diskusi ada peserta yang menyampaikan bahwa toleransi saling menghargai itu adalah boleh, bahkan ketika ada masjid dan gereja berdampingan juga tidak masalah. Ada juga peserta yang menyampaikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, misal kerja bakti itu semua boleh ikut dan tidak ada batasan harus seagama. Ada juga yang bercerita bahwa ketika pelaksanaan ibadah tahlil di desanya ternyata ada warga yang non muslim bertanya, “apakah boleh saya mendoakan orang yang meninggal tersebut? karena orang yang meninggal tersebut teman saya”. Saat itu peserta yang ditanya pun menjawab boleh dan silahkan saja untuk mendoakan orang tersebut sesuai kepercayaan agama masing-masing.

Setelah banyak berdiskusi, kemudian dilanjutkan pembahasan mengenai toleransi. Toleransi itu ternyata berada pada wilayah sosial dan tidak pada wilayah keyakinan. Sehingga hal yang paling penting untuk dipahami adalah tidak ada pemaksaan mengenai suatu pendapat yang kita yakini dan kita pun tidak melakukan tindakan anarkis terhadap sesuatu hal yang berbeda pendapat dari kita. 

Kemudian sebelum lanjut ke diskusi, fasilitator membicarakan mengenai soal perorganisasian.  Kesadaran masyarakat perlu untuk membagi peran dalam menyelesaikan masalah sesuai dengan kepntingan dan kebutuhan yang ada. Kegiatan itu merupakan pembagian tugas dan tentu diperlukan dialog yang terus menurus agar bisa tetap menjalankan dengan kesepakatan bersama. Fasilitator juga menjelaskan bahwa pengorganisasian itu bertujuan untuk mencapai perubahan yang lebih baik, seperti yang sedang dilakukan ini bertujuan untuk merawat kerukunan, toleransi dan perdamaian. Setelah itu, fasilitator mengajak peserta untuk berdiskusi kelompok untuk menjawab dua pertanyaan, yaitu (1) Apa yang dibutuhkan untuk melakukan pengorganisasian, dan (2) Apa Indikator keberhasilan pengorganisasian?

Pertanyaan itu kemudian di diskusikan dan dipresntasikan kemudian oleh masing-masing kelompok yang sudah terbagi menjadi 4 kelompok. Hasil dari presentasi itu kemudian disaring dan didapatkan bahwa perorganisasian itu membutuhkan skill, seperti komunikasi, motivasi, kerja sama berbagai pihak, pemanfaatan media, dan leadership yang baik. Namun demikian masih ada peserta yang menganggap pengorganisasian itu seperti organisasi. Oleh karena itu, pada sesi akhir hari pertama fasilitator menjelaskan bahwa organisasi itu wadah formal dan pengorganisasian itu gerakan. Pengorganisasian bisa dilakukan secara individu atau kelompok. Pengorganisasian outputnya adalah tujuan bersama bukan pada organisasinya, maka yang perlu dimaksimalkan adalah media penyampaiannya.

Pelatihan dilanjutkan pada hari selanjutnya dengan mereview materi hari pertama. Setelah beberapa peserta menyampaikan review dilanjutkan penyampaian oleh fasilitator tentang pemanfaatan modal sosial dalam pengorganisasian. Devida menjelaskan bahwa modal sosial itu bukan seperti modal dalam usaha. Contoh paling sederhana adalah orang marhabanan atau kumpulan rutin yang dilakukan di masyarakat itu merupakan modal sosial karena kumpulan masyarakat tersebut bisa dimobilisasi. Jadi, modal sosial itu bisa dijadikan media yang efektif dalam melakukan pengorganisasian. Devida melanjutkan bahwa fungsi modal sosial adalah sebagai alat untuk menyelesaikan konflik yang ada di masyarakat dan juga sebagai pilar demokrasi dalam rangka membangun partisipasi masyarakat. selain itu modal sosial diharapkan memberikan kontribusi bagi terjadinya integrasi sosial, membentuk solidaritas sosial masyarakat dengan pilar kesukarelaan.

Setelah itu, fasilitator mengajak peserta untuk berdiskusi secara berkelompok untuk mengidentifikasi modal sosial di masyarakat dan strategi pemanfaatan modal sosial untuk pengorganisasian. Selesai berdiskusi peserta melakukan presentasi secara bergantian. Fasilitator kemudian meminta peserta yang sudah menjalankan RTL untuk bercerita proses pelaksanaan/implementasi RTL. Salah satu peserta dari pokja perempuan bercerita bahwa kemarin sudah melakukan salah satu kegiatan forum perjumpaan, yaitu pelatihan pembuatan buket dan hantaran, sasarannya ibu-ibu PKK dengan tujuan menjadi pemasukan ekonomi dan menambah kreatifitas, serta mempererat solidaritas kelompok perempuan dalam menjaga kerukunan di desa. Adapun pesertanya itu diambil dari perwakilan tiap RT/RW, ibu-ibu kelompok pengajian dan organisasi desa. 

Selesai peserta bercerita, fasilitator melanjutkan bahwa dalam pemilihan peserta itu penting karena kedepan, kelompok tersebut dapat bergerak untuk merawat toleransi dan perdamaian, serta saling menjaga kerukunan antarwarga, ini yang disebut jaringan. Jadi tokoh kunci itu harus dipegang. Sementara itu, Haryono, selaku co-fasilitator, juga menanggapi bahwa kedepannya RTL itu harus diintegrasikan dengan modal sosial dan pengorganisasian masyarakat. Seperti halnya yang dilakukan oleh pokja perempuan bisa dijadikan sebagai contoh integrasi RTL, modal sosial dan pengorganisasian. 

Haryono mencontohkan modal sosial dan pemanfaatan modal sosial seperti yang dilakukan oleh pokja perempuan, yaitu modal sosialnya adalah jaringan PKK yang sudah terbentuk, strateginya yaitu dengan memilih peserta dari perwakilan tiap RT/RW, selain itu melakukan koordinasi serta membangun kerja sama dengan Pemdes dan RT/RW di desanya agar dalam pelaksanaan RTL lebih maksimal, karena Pemdes, RT/RW biasanya adalah orang yang ditokohkan di tengah masyarakat (aktor kunci). Contoh lain, adalah kegiatan tradisi, seperti di Jatimerta ada kegiatan sedekah bumi. Dalam kegiatan tersebut, peserta dapat memanfaatkannya sebagai media untuk menyuarakan toleransi, kerukunan dan perdamaian dengan lebih maksimal. Sehingga usaha yang dilakukan tidak terlalu berat untuk mengundang orang agar hadir, karena dengan sedekah bumi warga tentu langsung hadir dengan sendirinya.

Setelah itu peserta diminta untuk mensimulasikan siklus pengorganisasian, modal sosial dan pemanfaatannya dengan RTL yang akan dibuat kedepannya. Selesai mensimulasikan kegiatan ditutup dengan foto bersama. 

en_GBEnglish (UK)