Andi Saputra – detikNewsSenin, 31 Mei 2021 14:09 WIB
detikNews Jakarta – Sejumlah LSM menggugat UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara ke The Constitutional Court (MK). Mereka meminta the reserve component (komcad) dalam UU itu dihapuskan karena dinilai membahayakan dan inkonstitusional.
Those who sued were Imparsial, Kontras, the Foundation for Public Virtue, the Indonesian Legal Aid and Human Rights Association, Ikhsan Yosarie, Gustika Fardani Jusuf, and Leon Alvinda Putra.
“Menyatakan Pasal 4 ayat (2) dan (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20 ayat (1) huruf a, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 46, Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi petitum permohonan Imparsial dkk yang dilansir website MK, Senin (31/5/2021).
Bunyi Pasal yang diminta oleh para LSM untuk dihapus adalah:
Pasal 4 ayat 2 dan 3:
(2) Ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Ancaman militer;
b. Ancaman nonmiliter; dan atau
c. Ancaman hibrida.
(3) Ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berwujud agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam, kerusakan lingkungan, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian sumber daya alam, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan nuklir, serangan biologi, serangan kimia, atau wujud Ancaman yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa.
Pasal 17
(1) Komponen Pendukung terdiri atas:
a. Warga Negara;
b. Sumber Daya Alam;
c. Sumber Daya Buatan; dan
d. Sarana dan Prasarana Nasional.
(2) Komponen Pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu wadah keikutsertaan Warga Negara secara sukarela dan pemanfaatan Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, serta Sarana dan Prasarana Nasional dalam usaha penyelenggaraan Pertahanan Negara.
Pasal 18
Komponen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) dapat digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk menghadapi Ancaman militer dan Ancaman hibrida.
Pasal 20 ayat 1a:
Komponen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a terdiri atas anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 28:
(1) Komponen Cadangan terdiri atas:
a. Warga Negara;
b. Sumber Daya Alam;
c. Sumber Daya Buatan; dan
d. Sarana dan Prasarana Nasional
(2) Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pengabdian dalam usaha pertahanan negara yang bersifat sukarela.
(3) Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf d merupakan pemanfaatan dalam usaha Pertahanan Negara.
Pasal 29
Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) disiapkan untuk dikerahkan melalui Mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dalam menghadapi Ancaman militer dan Ancaman hibrida.
Pasal 46
Bagi Komponen Cadangan selama masa aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) diberlakukan hukum militer.
Pasal 66 ayat 1 dan 2:
(1) Komponen Cadangan yang berasal dari unsur Warga Negara wajib memenuhi panggilan untuk Mobilisasi.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengelola Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, serta Sarana dan Prasarana Nasional yang ditetapkan statusnya sebagai Komponen Cadangan wajib menyerahkan pemanfaatannya untuk kepentingan Mobilisasi.
Pasal 75
Pendanaan yang diperlukan untuk pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
c. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 77
(1) Setiap Komponen Cadangan yang dengan sengaja membuat dirinya tidak memenuhi panggilan Mobilisasi atau melakukan tipu muslihat yang menyebabkan dirinya terhindar dari Mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
(2) Setiap orang yang dengan sengaja atau melakukan tipu muslihat membuat Komponen Cadangan tidak memenuhi panggilan Mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 78
(1) Setiap pemberi kerja dan/atau pengusaha atau lembaga pendidikan yang dengan sengaja menyebabkan putusnya hubungan kerja atau hubungan pendidikan bagi calon Komponen Cadangan selama melaksanakan pelatihan dasar kemiliteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Setiap pemberi kerja dan/atau pengusaha atau lembaga pendidikan yang dengan sengaja menyebabkan putusnya hubungan kerja atau hubungan pendidikan bagi Komponen Cadangan selama menjalani masa aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Pasal 79
(1) Setiap orang yang dengan sengaja atau tanpa alasan yang sah tidak menyerahkan pemanfaatan sebagian atau seluruh Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, dan/atau Sarana dan Prasarana Nasional miliknya yang telah ditetapkan menjadi Komponen Cadangan untuk digunakan dalam Mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
(2) Setiap orang yang melakukan tipu muslihat sehingga menyebabkan dirinya atau orang lain tidak menyerahkan sebagian atau seluruh Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, dan/atau Sarana dan Prasarana Nasional miliknya yang telah ditetapkan menjadi Komponen Cadangan untuk digunakan dalam Mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Pasal 81
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada orang lain, mempengaruhi dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan, atau menganjurkan orang lain untuk tidak menyerahkan sebagian atau seluruh pemanfaatan Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, dan/atau Sarana dan Prasarana Nasional Komponen Cadangan yang diperlukan untuk kepentingan Mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 4 (empat) bulan.
Pasal 82
Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyerahkan kembali Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, dan/atau Sarana dan Prasarana Nasional yang telah digunakan dalam Mobilisasi kepada pengelola dan/atau pemilik semula dan/atau tidak melaksanakan pengembalian Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, dan/atau Sarana dan Prasarana Nasional ke fungsi dan status semula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
“Bahwa dalam rangka mendukung pertahanan negara dan untuk memperkuat pertahanan negara dalam menghadapi dinamika ancaman yang ada, maka seharusnya yang dimaksud komponen cadangan dan komponen pendukung adalah hanya sebatas sumber daya manusia yang menjadi bagian dari rakyat Indonesia dan tidak termasuk sumber daya alam, sumber daya buatan dan sarana dan prasarana lain,” beber pemohon.
Pengaturan komponen cadangan tentang sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana lain yang multitafsir dapat membuka ruang terjadinya pengambilalihan sumber daya alam, sumber daya buatan dan sarana dan prasarana lain milik warga negara secara sewenang-wenang oleh negara. Hal itu dapat menimbulkan potensi konflik sumber daya alam dan konflik agraria antara negara dan masyarakat.
“Dalam praktik di Indonesia konflik pertanahan antara masyarakat vs militer, pernah dan masih terjadi di beberapa tempat, dan seringkali diawali dengan pengambilalihan tanah untuk alasan kepentingan pertahanan negara. Konflik seperti ini misalnya terjadi di Alas Tlogo, Pasuruan, Jawa Timur; Urut Sewu, Kebumen, Jawa Tengah; dll,” urai pemohon.
Secara prinsip, kata pemohon, di dalam kehidupan negara demokrasi, tugas dan fungsi utama militer sejatinya adalah dipersiapkan untuk perang. Militer direkrut, dididik, dilatih, dan dipersenjatai dengan fungsi utamanya adalah untuk menghadapi kemungkinan terjadinya ancaman militer dari negara lain.
“Dengan demikian, fungsi utama TNI adalah untuk menghadapi ancaman militer dari negara lain dalam rangka menjaga kedaulatan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (2) UUD 1945 dan pasal 7 ayat (2) UU Pertahanan Negara. Bahwa dengan demikian pengaturan komponen cadangan seharusnya hanya ditujukan untuk menghadapi ancaman militer dari negara lain (perang),” papar pemohon