Aksi Represif Kepolisian Terhadap Demonstran

Agustus 29, 2025
Oleh admin

Siaran Pers Imparsial

No: 029/Siaran-Pers/IMP/VIII/2025


“Aksi Represif Kepolisian Terhadap Demonstran: Pengangkangan terhadap Praktik Berdemokrasi”

Pada 28 Agustus 2025, ramai beredar video insiden penabrakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dengan menggunakan kendaraan taktis (rantis) barracuda milik kesatuan Brimob. Insiden tersebut mengakibatkan salah seorang driver ojek online meninggal dunia dan 1 lainnya luka-luka. Selain itu, terdapat ratusan demonstran lainnya yang ditangkap dan mengalami kekerasan brutal oleh aparat kepolisian dalam mengamankan aksi demonstrasi. 

Imparsial menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga korban driver ojek yang meninggal dunia akibat kekerasan polisi dan menyampaikan duka serta solidaritas bagi seluruh korban kekerasan aparat kepolisian. Imparsial mengecam keras tindakan brutal aparat kepolisian terhadap demonstran yang kembali menorehkan catatan kelam dalam penanganan aksi demonstrasi. Kekerasan yang dilakukan aparat kepolisain dalam penanganan demonstrasi sudah tergolong execive dan brutal. 

Kami memandang, kekerasan yang berulang ini adalah bukti nyata polisi tidak berhasil membangun institusi kepolisian yang profesional, humanis, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Alih-alih menjalankan mandat sebagai pengayom, polisi justru kerap mempertontonkan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap rakyat. Padahal, aturan internal seperti Perkapolri No. 8 Tahun 2009 telah dengan tegas mengharuskan polisi menghormati HAM termasuk dalam penanganan aksi demonstrasi.

Peristiwa ini semakin memperkuat pentingnya reformasi Polri dengan segera. Reformasi kepolisian dalam konteks HAM bukan sekedar agenda teknis, namun sebuah kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa aksi demonstrasi benar-benar dihormati sebagai hak warga negara. Tindakan represif aparat kepolisian dalam penanganan aksi demonstrasi bukan hanya kegagalan pengamanan, melainkan pelanggaran hak fundamental warga negara dalam menyalurkan aspirasinya. Lebih lanjut, pengarusutamaan HAM dalam setiap tindakan aparat, hingga penghentian praktik penyiksaan dan kriminalisasi aktivis menjadi hal yang sangat mendesak untuk segera dilakukan oleh kepolisian.

Kami memandang, penegakan hukum yang transparan, akuntabel, dan menjunjung tinggi keadilan harus dilakukan tanpa pandang bulu. Aparat kepolisian yang terbukti melakukan tindakan di luar hukum dalam pengamanan aksi demonstrasi harus diproses secara cepat dan tegas.

Jika pola kekerasan ini terus berulang, maka ia berpotensi menjadi katalisator bagi lahirnya gelombang perlawanan baru. Setiap tindakan kekerasan negara yang melukai rakyat sesungguhnya menanam benih kemarahan kolektif. Dengan demikian, reaksi represif aparat pada aksi demonstrasi yang terjadi tidak hanya sekadar melanggar HAM, namun juga tanda bahaya bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia. 

ImparsiaI juga menegaskan, Presiden dan DPR RI tidak bisa lepas tangan. Ramainya aksi demonstrasi belakangan ini menunjukkan bahwa pembuat kebijakan dan pembentuk undang-undang juga memiliki andil yang signifikan karena telah gagal dalam menciptakan kebijakan dan produk hukum yang pro rakyat seperti Revisi UU TNI, perusakan lingkungan dan perampasan tanah rakyat melalui program strategis nasional (PSN) dan food estate, kenaikan pajak perumahan dan pembangunan (PBB), hingga kebijakan Menteri Keuangan yang menaikkan gaji dan tunjangan anggota DPR RI yang kemudian memicu amarah publik. Kebijakan-kebijakan tersebut jelas sangat tidak sensitif di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang kian sulit.

Pemerintah dan DPR RI harus mengevaluasi kebijakan yang tidak pro rakyat. Sebagaimana diketahui kenaikan tunjangan dan gaji anggota DPR telah menjadi salah satu masalah yang memicu protes keras oleh gerakan masyarakat beberapa waktu belakangan ini. Tidak hanya itu tingkah laku dan pola anggota DPR yang tidak simpatik dalam merespon kritik dan protes publik telah mengakibatkan kemarahan rakyat yang begitu besar. Di tengah kesulitan ekonomi yang semakin menghimpit rakyat kecil kenaikan tunjangan ini menunjukkan matinya nurani anggota DPR RI. Oleh karena itu, Imparsial mengecam kebijakan yang tidak bernurani ini dan menuntut adanya perubahan kebijakan, perubahan sikap dan sekaligus permintaaan maaf oleh Presiden Prabowo Subianto, Ketua DPR RI Puan Maharani dan Anggota DPR RI kepada seluruh rakyat Indonesia karena telah mengakibatkan kegaduhan nasional.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Imparsial meminta secara tegas dan terbuka kepada:

1. Pemerintah dan DPR RI untuk menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh masyrakat Indonesia akan kebijakan dan pernyataan publiknya yang tidak simpatik dan telah memicu amarah rakyat; 

2. Pemerintah dan DPR RI untuk segera melakukan reformasi kepolisian secara menyeluruh agar menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia;

3. Kepolisian Republik Indonesia untuk segera memproses setiap anggotanya yang terlibat dalam tindakan kekerasan terhadap para demonstran, dan;

4. Kepolisian Republik Indonesia untuk membebaskan seluruh demonstran yang ditangkap di seluruh Indonesia dan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap aksi kekerasan yang terjadi terhadap demonstran.

Jakarta, 29 Agustus 2025.

Ardi Manto Adiputra

Direktur



Narahubung:

1. Ardi Manto Adiputra, Direktur.

2. Hussein Ahmad, Wakil Direktur.

3. Annisa Yudha AS, Koordinator Peneliti.

4. Riyadh Putuhena, Peneliti.

5. Wira Dika Orizha Piliang, Peneliti.

Follow Us