Ahli Nilai Komcad Tak Tepat, Minta Prioritaskan Perkuat Alutsista

Andi Saputra – detikNews
Selasa, 26 Okt 2021 10:30 WIB

Detik.com Jakarta – Ahli yang dihadirkan pemohon, Al Araf, menyatakan Komponen Cadangan (Komcad) sudah tidak tepat dan relevan dengan perkembangan zaman. Saat ini dunia militer lebih cenderung memaksimalkan teknologi modern dalam menjaga kedaulatan negaranya.

“Majelis Hakim Yang Mulia, di era globalisasi ini dan di era generasi perang keempat (the new generation of warfare) negara‐negara di dunia lebih banyak menitikberatkan pentingnya penguatan teknologi modern dan tentara yang profesional sebagai faktor penentu kemenangan dalam peperangan,” kata Al Araf.

Hal itu disampaikan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) dan tertuang dalam risalah sidang yang dilansir website MK, Selasa (26/10/2021). Pemohon dalam sidang judicial review ini di antaranya Imparsial, Kontras, dan Yayasan Kebijakan Publik. Mereka meminta Komponen Cadangan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara dihapuskan.

“Apalagi di dalam menghadapi asymmetric warfare yang sedang berkembang pembangunan tentara yang profesional jauh lebih penting untuk dibangun. Dalam dekade kekinian, konflik yang berkembang pascaperang dingin lebih banyak menunjukkan konflik yang terjadi di dalam negara ketimbang konflik antarnegara,” ucap Al Araf.

Dalam kecenderungan seperti ini, kata Al Araf, peran tentara, kepolisian, dan intelijen yang profesional tentu menjadi prioritas utama untuk dibangun ketimbang membangun komponen cadangan atau wajib militer dalam waktu dekat. Menjamin keadilan politik, keadilan ekonomi, dan keadilan hukum tentunya juga menjadi pekerjaan rumah yang lebih penting diwujudkan dalam meminimalisasi terjadinya konflik di dalam negara.

“Lebih dari itu, perkembangan pembentukan pranata dan mekanisme hukum internasional beserta peradilannya dan juga pembangunan kawasan regional seperti ASEAN Community di Asia Tenggara tentu akan berpengaruh pada semakin kecilnya penggunaan metode perang dalam menyelesaikan sengketa antarnegara. Dalam kecenderungan kekinian, konflik‐konflik antarnegara kecenderungannya kedudukannya kemudian selesaikan dengan cara diplomasi, dialog, atau melalui jalan mekanisme hukum internasional, seperti peradilan-peradilan internasional,” beber Al Araf.

Menurut Al Araf, kebutuhan pemerintah untuk membangun kekuatan pertahanannya seharusnya ditujukan untuk penguatan alat utama sistem persenjataannya dan menjamin kesejahteraan prajuritnya.

“Sebagaimana diketahui, kekuatan alutsista kita saat ini masih jauh dari ideal, begitu pula kesejahteraan prajurit, belum terjamin sepenuhnya. Dalam konteks itu, sebaiknya pemerintah bisa lebih efektif dan efisien dalam memprioritaskan anggaran sektor pertahanan yang sangat terbatas itu untuk memperkuat alutsista dan meningkatkan kesejahteraan prajurit, ketimbang buru-buru membentuk komponen cadangan,” tutur Al Araf.

Selain Al Araf, hadir ahli lain, yaitu Bhatara Ibnu Reza dan Aan Eko Widianto. Untuk Aan, ia menyoroti Polri yang dimasukkan ke Komponen Cadangan.

“Jadi, menempatkan anggota Polri sebagai komponen pendukung, sama halnya dengan warga terlatih, ini adalah sangat tidak tepat. Karena sebagaimana kita ketahui, di dalam penjelasan itu yang disebut rakyat terlatih atau warga terlatih yang di huruf b, warga terlatih, sedangkan Polri di huruf a, itu salah satunya adalah satpam, kemudian linmas, hansip, dan ormas, anggota ormas. Jadi, polisi disatukan dengan kelompok yang sebenarnya sangat tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai kekuatan utama,” tutur Aan

Dalam sidang itu, 9 hakim konstitusi tidak menanyakan atau menggali lebih dalam keterangan ahli.

“Sidang untuk berikutnya kita mendengar keterangan tiga ahli dulu, ya, saksi belakangan, dari Pemohon. Oleh karena itu, sidang ditunda hari Selasa, tanggal 23 November 2021, jam 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan tiga ahli dari Pemohon,” kata Ketua MK Anwar Usman.

id_IDBahasa Indonesia