Hak untuk hidup masih menghadapi tantangan serius di Indonesia, meskipun instrumen HAM dan Konstitusi mengkategorikan hak ini sebagai hak asasi yang tidak dapat dicabut atau dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable right). Presiden Joko Widodo dikenal sebagai presiden dengan jumlah eksekusi mati terbanyak setelah era Reformasi, serta vonis mati terbanyak selama masa pemerintahannya. Sementara itu, pemerintahan Prabowo Subianto juga tidak menunjukkan kemajuan dalam perlindungan hak hidup, mengingat latar belakangnya sebagai terduga pelaku pelanggaran HAM dan corak kepemimpinannya yang bersifat militeristik. Kondisi ini mencerminkan situasi pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) yang masih bermasalah di bawah kepemimpinannya.
Pemerintahan Prabowo Subianto juga tidak menunjukkan adanya political will untuk mengakhiri hukuman mati. Meskipun terdapat perubahan dalam aturan hukum pidana yang baru, yaitu UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang mengubah hukuman mati menjadi pidana pokok yang diancamkan secara alternatif, kekhawatiran tetap ada bahwa perubahan ini tidak akan secara permanen menghalangi pelaksanaan eksekusi mati. Selain itu, pemerintah belum juga membentuk aturan turunan yang dapat memastikan penerapan aturan ini secara lebih humanis dan sesuai dengan standar HAM.
		
		