SAFARI RUMAH IBADAH: Menciptakan Lingkungan Inklusif dalam Masyarakat Multikultural

Agustus 25, 2025
Oleh admin

SAFARI RUMAH IBADAH

Menciptakan Lingkungan Inklusif dalam Masyarakat Multikultural


Cimahi – Sejumlah organisasi masyarakat sipil menggelar kegiatan Safari Rumah Ibadah bertema “Menciptakan Lingkungan Inklusif dalam Masyarakat Multikultural” pada Sabtu, 23 Agustus 2025 di Kota Cimahi. Acara ini diprakarsai oleh Imparsial bersama JMSKC (Jaringan Masyarakat Sipil Kota Cimahi), Gradasi, IPNU-IPPNU Kota Cimahi, dan Kasus Pena.


Tujuan kegiatan ini adalah membangun ruang perjumpaan lintas iman sekaligus merajut toleransi melalui pengenalan langsung terhadap keberagaman rumah ibadah. Peserta diajak mengunjungi Masjid Al-Mubarokah, Vihara Buddhayana, Gereja Kristen Indonesia (GKI), Gereja Katolik Santo Ignatius, dan Pura Agung Wira Natha Loka. Sebagai penutup, rombongan mendatangi Kampung Adat Cireundeu yang dikenal dengan tradisi Sunda Wiwitan.


Rangkaian acara diawali dengan seremoni di Masjid Ponpes Al Musyahadah Cimahi. Ketua Pelaksana, Riski Suti Haryono, memaparkan rute safari dan harapan kegiatan. Tuan rumah, KH. Enjang Nasrullah, menekankan pentingnya menghargai keberagaman bangsa. Perwakilan Wali Kota Cimahi turut memberi sambutan, diikuti oleh Annisa Yudha selaku perwakilan Direktur Imparsial. Annisa menyampaikan apresiasi atas inisiatif bersama serta menegaskan bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan bagian dari hak asasi manusia.


Setelah sambutan, para peserta bersama perwakilan lembaga menandatangani Pakta Integritas. Dokumen tersebut ditandatangani perwakilan Wali Kota, Kementerian Agama Cimahi, Ketua Pelaksana, Imparsial, pengasuh Ponpes Al Musyahadah, dan seluruh peserta. Diskusi singkat kemudian digelar, menyinggung masih sulitnya kelompok minoritas menjalankan keyakinan karena kurangnya pemahaman masyarakat.


Kunjungan pertama berlangsung di Masjid Al-Mubarokah. Takmir masjid menjelaskan fungsi ruang ibadah dan tata cara shalat, termasuk nilai moral berupa kedisiplinan, kebersihan, serta solidaritas umat. Pesan utama shalat Jumat ditegaskan sebagai sarana persatuan dan penyebaran ilmu di masyarakat.


Perjalanan berlanjut ke Vihara Buddhayana di Cisarua, Bandung Barat. Simbol-simbol vihara seperti patung Buddha dan warna emas dijelaskan sebagai pengingat pencerahan dan lambang kebijaksanaan. Banthe menekankan bahwa vihara terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar ajaran Buddha sebagai jalan menyebarkan kebaikan.

Destinasi berikutnya adalah Gereja Kristen Indonesia (GKI). Peserta mempelajari prosesi ibadah yang dimulai dengan berhimpun, mendengarkan firman, mengucap syukur, lalu diutus kembali ke tengah masyarakat. Perbedaan simbol, seperti salib tanpa figur Yesus, dijelaskan sebagai ciri khas gereja tersebut.


Rombongan kemudian menuju Gereja Katolik Santo Ignatius. Peserta diperkenalkan pada salib dengan figur Yesus, patung Bunda Maria, serta lukisan jalan salib. Penjelasan mengenai ruang pengampunan memberi wawasan baru tentang tradisi pengakuan dosa.


Di Pura Agung Wira Natha Loka, peserta mengenal tradisi sembahyang “Tri Sandhya” yang mencerminkan ajaran Tri Hita Karana: harmoni dengan Tuhan, manusia, dan alam. Penjelasan menekankan pentingnya keseimbangan hidup sebagai ajaran dasar umat Hindu.


Kunjungan terakhir berlangsung di Kampung Adat Cireundeu. Warga setempat mayoritas menganut Sunda Wiwitan, sebuah kepercayaan leluhur Sunda yang menjunjung penghormatan pada alam. Tata ruang pemukiman, seperti pintu rumah yang menghadap timur, melambangkan penghormatan pada matahari terbit sebagai simbol kehidupan.


Peserta menyampaikan kesan positif setelah mengikuti safari. Fawwaz, perwakilan Imparsial, menilai ” Bahwa dari kegiatan ini kita dapat memahami nilai-nilai yang sangat penting dalam menjaga kerukunan umat beragama”. Peserta lain mengungkapkan rasa takjub pada kearifan lokal Kampung Adat Cireundeu yang mampu menjaga tradisi sekaligus hidup berdampingan dengan keragaman keyakinan.


Safari Rumah Ibadah di Cimahi menunjukkan bahwa keberagaman bukan sekadar realitas, tetapi sumber kekuatan untuk membangun masyarakat inklusif. Pengalaman lintas iman membuka ruang dialog, mengikis prasangka, serta menegaskan kembali pentingnya menghormati hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Toleransi yang tumbuh dari saling mengenal menjadi pondasi harmoni dalam masyarakat multikultural.


Reporter: M. Syifaul Musyaffa


Follow Us