Presiden Jokowi Harus Segera Dorong Revisi UU Peradilan Militer dan Tarik PerwiraTNI Aktif dari Jabatan Sipil

Siaran Pers Imparsial
No. 006/Siaran-Pers/IMP/VIII/2023


Merespon Pernyataan Presiden Jokowi Terkait Rencana Evaluasi Penempatan TNI di Jabatan
Sipil dalam Kasus Kabasarnas


“Presiden Jokowi Harus Segera Dorong Revisi UU Peradilan Militer dan Tarik Perwira
TNI Aktif dari Jabatan Sipil”

Pada tanggal 27 Juli 2023, merespon silang sengkarut kewenangan penangkapan Kepala Badan
SAR Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi antara KPK dan TNI, Presiden Joko
Widodo menyatakan akan mengevaluasi penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil.
Dikatakan Presiden, “Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah (perwira tinggi TNI
yang menduduki jabatan sipil) itu. Semuanya (akan dievaluasi) karena kita tidak mau lagi
di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi”.

Imparsial memandang, langkah Presiden untuk melakukan evaluasi terhadap perwira TNI aktif
yang menduduki jabatan-jabatan sipil sudah seharusnya dilakukan, mengingat pembiaran selama
ini terhadap persoalan tersebut telah menimbulkan berbagai persoalan. Namun, penting untuk
dicatat bahwa evaluasi tersebut tidak boleh dilakukan setengah hati dan harus bersifat
menyeluruh. Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kabasarnas menyiratkan banyak persoalan
yang harus diperbaiki, mulai dari persoalan penempatan perwira TNI aktif pada jabatan sipil
hingga belum dijalankannya revisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang
dianggap mendorong terjadi polemik KPK-Puspom TNI dalam penanganan kasus tersebut

Kasus korupsi di Basarnas menunjukkan bahwa perbuatan korupsi sejatinya dapat dilakukan baik
oleh sipil maupun militer. Dengan demikian, secara prinsip tidak boleh ada pembedaan perlakuan
dalam penanganan korupsi atas dasar perbedaan status sipil ataupun militer, apalagi tindak pidana
korupsi termasuk dalam tindak pidana yang bersifat khusus yang pengaturannya tunduk pada UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK

Lebih jauh, penetapan tersangka yang berlatar belakang militer oleh Puspom TNI dalam kasus
Basarnas sesungguhnya tidak bisa menegasikan kewenangan KPK untuk mengendalikan proses
hukum kasus tersebut, mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan sebagaimana
perintah Pasal 42 UU KPK. Dengan demikian, KPK sudah seharusnya tetap melanjutkan
penanganan kasus tersebut terlepas dari latar belakang tersangkanya baik sipil maupun militer.
Berdasarkan Pasal 42 UU KPK tersebut, KPK memiliki kendali penanganan kasus dan cukup
hanya berkoordinasi dengan Puspom TNI dalam teknis penanganan kasusnya.

Polemik tarik menarik kewenangan penuntasan kasus korupsi Basarnas antara TNI dan KPK
seharusnya menjadi alarm tanda bahaya, akibat Presiden selama ini menelantarkan janji yang
akan merevisi UU Peradilan Militer meski telah masuk dalam Prolegnas di DPR. Akibat belum
direvisinya UU Peradilan Militer, terdapat pengistimewaan dan diskriminasi terhadap prajurit
TNI yang melakukan tindak pidana, termasuk korupsi. Oleh karena itu, revisi UU Peradilan
Militer menjadi penting dan harus segera dilakukan, mengingat agenda tersebut telah
dimandatkan oleh Tap MPR Nomor 7 Tahun 2000 serta Pasal 65 UU Nomor 34 Tahun 2004
Tentang TNI dan menjadi salah satu agenda yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi dalam
Nawacita periode pertama kekuasaannya.

Imparsial menilai, Presiden juga perlu memberikan perhatian secara serius terhadap persoalan
pengangkatan dan penempatan perwira TNI aktif pada jabatan-jabatan sipil baik di kementerian,
lembaga negara, lembaga non kementerian dan BUMN. Jabatan sipil yang diduduki oleh prajurit
TNI aktif bahkan sudah melebihi dari apa yang diatur dalam Pasal 47 ayat (2) UU TNI. Hingga
tahun 2021, setidaknya terdapat 14 prajurit TNI aktif duduk pada jabatan-jabatan sipil di luar dari
yang dibolehkan oleh Pasal 47 ayat (2) UU TNI.

Alih-alih mengefektifkan jalannya pemerintahan, penempatan perwira TNI aktif pada jabatan
sipil justu menimbulkan berbagai persialan, mulai dari berdampak pada pembinaan karir ASN di
instansi tersebut hingga penempatan perwira aktif tersebut menimbulkan konflik hukum seperti
yang terjadi pada kasus korupsi Basarnas. Dengan demikian, langkah Presiden yang akan
mengevaluasi prajurit TNI aktif di jabatan sipil harus dijalankan secara menyeluruh dan
menjadikan ketentuan UU TNI sebagai acuan utama. Dalam hal perwira aktif yang telah
menduduki jabatan sipil di luar yang diatur dalam Pasal 47 ayat (2), maka harus dikembalikan ke
institusi TNI atau mengajukan permohonan pengunduran diri dari dinas kemiliteran.

Berdasarkan pandangan tersebut di atas kami mendesak:

  1. Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara harus memastikan bahwa penanganan
    kasus korupsi di Basarnas harus sesuai dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana
    Korupsi dan UU KPK;
  2. Presiden Joko Widodo segera mengajukan naskah revisi UU No. 31 Tahun 1997
    tentang Peradilan Militer kepada DPR RI agar dapat segera dibahas oleh DPR RI
    periode saat ini;
  3. Presiden Joko Widodo dan DPR melakukan evaluasi dan koreksi terhadap
    penempatan TNI aktif di jabatan-jabatan sipil yang bertentangan dengan UU No. 34
    Tahun 2004 tentang TNI.

Jakarta, 1 Agustus 2023


Gufron Mabruri
Direktur
Kontak person:

  1. Gufron Mabruri: +62 815-7543-4186
  2. Ardi MantoAdiputra: +62 812-6194-4069
  3. Husein Ahmad: +62 812-5966-8926
id_IDBahasa Indonesia