Siaran Pers Imparsial
No. 037/Siaran-Pers//IMP/XI/2025
”Penanggulangan Terorisme Tak Boleh Hanya di Hilir, Harus Menyasar Hulu Permasalahan”
IMPARSIAL sekali lagi menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan pengeboman yang terjadi pada Jumat, 7 November 2025 di Masjid SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang mengakibatkan sejumlah orang luka-luka, dimana sebagian besar merupakan siswa SMA yang tengah melaksanakan kegiatan keagamaan di sekolah tersebut. Meskipun kepolisian hingga kini belum mengungkap motif di balik serangan tersebut, namun kuat dugaan bahwa tindakan tersebut mengarah pada aksi terorisme. Peristiwa tragis ini mengakhiri dua tahun masa tanpa aksi teror di Indonesia (2023–2024), sekaligus menjadi alarm serius atas masih rentannya masyarakat terhadap aksi teror dan kekerasan.
IMPARSIAL menilai bahwa pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme tidak bisa hanya bertumpu pada penegakan hukum oleh aparat keamanan, khususnya melalui Densus 88 Antiteror Polri. Pendekatan yang menitukberatkan pada aspek dan pendekatan keamanan hanya menyentuh persoalan di hilir, yakni ketika aksi kekerasan sudah atau akan terjadi. Sementara itu, akar persoalan terorisme di hulu, seperti lemahnya penguatan nilai toleransi dan anti-diskriminasi, masih maraknya penyebaran paham intoleran di masyarakat, serta pengabaian terhadap berbagai bentuk kekerasan berbasis agama atau kepercayaan di tingkat lokal, belum tertangani secara sistematis dan berkelanjutan.
Pemerintah sebenarnya telah memiliki Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) Tahun 2020–2024, yang berfungsi sebagai kerangka koordinasi lintas kementerian/lembaga dan aktor masyarakat sipil dalam menangani ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme secara komprehensif. Namun, masa berlaku RAN PE tersebut telah berakhir, dan hingga kini belum ada kejelasan mengenai pengesahan RAN PE Fase 2 untuk periode berikutnya.
Tragedi di SMAN 72 menjadi peringatan keras bahwa pendekatan keamanan semata tidaklah cukup. Negara perlu memastikan adanya kebijakan nasional yang berkelanjutan, berbasis hak asasi manusia, dan partisipatif dalam menghadapi ancaman ekstremisme kekerasan. Partisipasi bermakna dan inklusif, terutama yang melibatkan orang muda (anak-anak dan remaja) harus dilakukan secara aktif dalam upaya pencegahan, khususnya di lingkungan pendidikan dan komunitas. Keterlibatan mereka penting tidak hanya sebagai penerima manfaat, tetapi juga subjek yang memiliki suara dan peran dalam membangun budaya toleransi dan perdamaian, pernghormatan terhadap keberagaman, serta mendorong sikap anti-diskriminasi dan anti-kekerasan sejak dini.
Atas dasar hal itu, IMPARSIAL mendesak:
1. Presiden Republik Indonesia untuk segera mengesahkan RAN PE Fase 2 sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam melanjutkan upaya pencegahan ekstremisme kekerasan yang berorientasi pada pendekatan menyeluruh (whole-of-society approach). Tanpa adanya pedoman dan koordinasi nasional yang jelas, kebijakan pemerintah akan kembali terjebak dalam pendekatan reaktif dan parsial, yang hanya berfokus pada aspek penindakan setelah peristiwa terjadi.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) untuk membentuk mekanisme pengawasan terhadap implementasi RAN PE agar pelaksanaannya dapat berjalan secara transparan, akuntabel, dan menyeluruh di seluruh komponen pemerintahan, serta benar-benar berkontribusi pada upaya pencegahan ekstremisme kekerasan di masyarakat.
Jakarta, 10 November 2025
Ardi Manto Adiputra
Direktur
Narahubung:
Wira Dika Orizha Piliang, Peneliti
Ardi Manto Adiputra, Direktur
Hussein Ahmad, Wakil Direktur
Annisa Yudha AS, Koordinator Peneliti
Riyadh Putuhena, Peneliti
