Pemerintah Indonesia Harus Hormati Pendapat Lembaga HAM Internasional

 

Siaran Pers Imparsial

No: 024/Siaran-Pers/IMP/XII/2022

Menyikapi Pemanggilan Perwakilan PBB untuk Indonesia oleh Kementrian Luar Negeri Indonesia terkait Sikap PBB terhadap Pengesahan RKUHP di Indonesia

“Pemerintah Indonesia Harus Hormati Pendapat Lembaga HAM Internasional”

Kementrian luar negeri Republik Indonesia diberitakan memanggil perwakilan PBB untuk Indonesia pada hari Senin, 12 Desember 2022. Pemanggilan ini ditengarai akibat siaran pers yang dikeluarkan oleh kantor PBB di Indonesia pada 8 Desember 2022 lalu terkait pengesahan RKUHP yang baru pada 6 Desember 2022 oleh DPR RI.[1] Dalam siaran pers ini, PBB menyayangkan pengesahan RKUHP yang baru ini karena masih memiliki sejumlah catatan terkait hak asasi manusia. Disebutkan pula dalam siaran pers tersebut bahwa sebelumnya pakar hak asasi manusia di PBB telah mengirimkan masukannya terkait RKUHP ini kepada pemerintah Indonesia pada 25 November 2022.

Imparsial menilai, respon pemerintah Indonesia melalui Kementrian Luar Negeri yang memanggil perwakilan PBB untuk Indonesia tersebut adalah terlalu berlebihan. Pemerintah seharusnya menyadari bahwa hal tersebut merupakan sebuah keharusan dan sudah menjadi tugas dari PBB untuk mengingatkan negara-negara anggotanya untuk tidak membuat aturan legislasi yang berpotensi melanggar hak asasi manusia. Lebih dari itu, dampak dari pengesahan RKUHP yang baru disahkan ini juga tentunya tidak hanya akan berlaku terhadap warga negara Indonesia, tetapi juga terhadap warga negara asing yang sedang berada di Indonesia.

Imparsial menilai, para perumus RKUHP baik dari pemerintah maupun DPR justru seharusnya mengundang dan mendengarkan masukan dari PBB, khususnya Komite Hak Asasi Manusia (Human Rights Council) terkait dengan pasal-pasal yang berpotensi melanggar hak asasi manusia. Hal ini diperlukan karena Indonesia merupakan negara anggota PBB yang telah menyatakan diri tunduk terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia sebagai kewajiban internasionalnya. Dalam surat yang dikirimkan oleh Komite HAM PBB tertanggal 25 November 2022 lalu, bahkan Komite HAM PBB menawarkan bantuan untuk merumuskan pasal-pasal yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan isu hak asasi manusia lainnya.

Dalih pemerintah yang mengatakan bahwa RKUHP yang baru telah sejalan dengan prinsip hak asasi manusia, termasuk melindungi kebebasan sipil dan kebebasan pers adalah terlalu berlebihan dan mengada-ada. Masih terdapat beberapa pasal yang berpotensi mengkriminalisasi kebebasan sipil atau kebebasan pers yang dikritik oleh masyarakat sipil termasuk oleh pakar hak asasi manusia di PBB.

Imparsial menilai, pengesahan RKUHP oleh Pemerintah dan DPR dengan dalih ingin menghapus jejak “kolonialisme” dalam aturan hukum pidana di Indonesia juga hanya slogan kosong belaka. Faktanya, secara substansi justru terdapat pasal-pasal yang oleh negara kolonial dulu digunakan untuk membungkam kritik dan protes dari masyarakat, seperti delik penghinaan terhadap lembaga negara, justru dipertegas kembali dalam RKUHP yang baru disahkan ini. Sebagai catatan, pasal-pasal tersebut saat ini sejatinya juga sudah dihapuskan dari sistem hukum negara asalnya.

Pemanggilan perwakilan PBB untuk Indonesia ini tentu akan menjadi bukti bagi dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia benar-benar resisten terhadap kritik, baik yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun dari pihak internasional. Peristiwa yang memperburuk citra diplomasi internasional Indonesia ini seharusnya tidak terjadi jika pemerintah memahami dengan baik peran lembaga hak asasi manusia di PBB dan mendengarkan masukan dari publik. Peristiwa ini terjadi karena sikap tertutup dari pemerintah dan DPR untuk menerima masukan dan kritik baik dari publik di Indonesia, maupu publik internasional.

Jakarta, 14 Desember 2022

Gufron Mabruri : +62 815-7543-4186

Ardi Manto Adiputra : +6281261944069

[1] https://indonesia.un.org/id/210621-pernyataan-tentang-kuhp-indonesia-yang-baru

id_IDBahasa Indonesia