Pelatihan PVE untuk Pemuda Ngargoyoso.

Promosi keberagaman demi terciptanya perdamaian.

Penyebaran narasi radikalisme dan ekstremisme dapat dihindari dengan menjadi agen penguatan tolerasi, kerukunan dan perdamaian di masyarakat, terutama anak muda melalui media socialnya dapat melakukan penyebaran tersebut. Beranjak dari kebutuhan tersebut IMPARSIAL bersama tokoh pejabat setempat di Kecamatan Ngargoyoso, seperti pemerintah kecamatan dan Paguyuban Kerukunan Antar Umat Beragama (PKUB) mengadakan pelatihan yang dikemas dengan Sarasehan Kebhinekaan untuk memperkuat pengetahuan dan keapasitas anak muda dalam merawat toleransi, kerukunan dan perdamaian sebagai pondasi ketahanan masyarakat dari pengaruh penyebaran intoleransi, radikalisme dan ekstremisme kekerasan.

Kegiatan diadakan pada hari Sabtu, 05 November 2022, kelompok pemuda yang berasal dari lima desa di Kecamatan Ngargoyoso, yaitu Desa Girimulyo, Desa Dukuh, Desa Nglegok, Desa Jatirejo dan desa Segoro Gunung berkumpul di balai desa Puntukreko untuk melakukan pelatihan analisis sosial lingkungannya. Jumlah peserta yang datang ada 41 orang dan didominasi oleh laki-laki yaitu 23 orang dan 18 orang Perempuan yang hadir.

Sebelum pelatihan diadakan pretest untuk mengetahui pengetahuan dari masing-masing peserta. Kemudian ada sharing testimoni dari orang yang mengikuti kegiatan sebelumnya yaitu Grace dan Bayu. Mereka menyampaikan pengalaman dalam kegiatan lintas iman dana lintas desa bersama kelompok anak muda lainnya di Ngargoyoso. Tidak lupa juga memberikan gambaran mengelola perbedaan yang ada dan berusaha untuk menjalin persahabatan tanpa melihat latar belakang agama atau kepercayaan.

Ada sedikit permainan pemecah kekakuan untuk diikuti, yaitu dengan menempelkan kertas warna di punggung peserta yang bertujuan untuk menumbuhkan kepercayaan di antara peserta mengenai informasi yang diterima dari rekannya. Setelah selesai, forum diambil oleh fasilitator dan para peserta dibagi berdasarkan kelompok desanya. Mereka berdiskusi mengenai gambaran demografi, kearifan lokal dan keseharian masyarakat di desa masing-masing. Gejolak politik, sumber pendapatan desa, keagamaan, kepercayaan dan etnis, sejarah desa dan konflik juga dibicarakan. Paling penting mengenai hubungan pemerintah daerah dengan masyarakatnya, nantinya hasil diskusi nantinya akan dipresentasikan.

Dalam sesi tersebut juga diberikan tontonan berupa video tentang ekstremisme kekerasan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Fasilitator lalu meminta peserta secara kelompok untuk memberikan gambaran tentang konflik yang pernah terjadi di desanya dan menganalisis konflik tersebut lebih mendalam, baik dari sejarah, akar masalah hingga aktor yang terlibat dalam permasalahan tersebut. Hasilnya memperlihatkan  konflik yang terjadi di kelima desa tersebut beragam, ada yang berunsur agama, politik desa, perbedaan pendapat atau paham, budaya, hingga kegiatan olahraga yang memicu emosi.

Sesi pembahasan selanjutnya mengenai kesetaraan gender, peserta diminta fasilitator untuk memberikan pengertian laki-laki dan perempuan secara individu dan ditulis dalam notes berwarna. Nantinya akan di tempel lalu dibahas bersama. Dari penyampaian peserta, masih ada yang bias gender, namun ada juga yang menyadari isu gender. Salah satu peserta bernama Tutik, timbal balik laki-laki dan perempuan harus dimulai dari lingkup terkecil, yakni keluarga. Baik sudah berkeluarga atau belum, mengetahui pembagian peran dan pengertian dari kedua belah pihak adalah penting. Hal serupa disampaikan Bayu, menegaskan bahwa timbal balik dan saling memberikan pengertian adalah kunci mempertahankan cinta.

Materi ketiga, fasilitator memimpin para peserta mendiskusikan tentang modal social yang ada di masyarakat dan desanya. Masih dalam kelompok desa masing-masing. Peserta diminta mengambarkan impiannya mengenai desa impiannnya yang toleran, rukun, dan damai. Peluang dan tantangannya untuk mewujudkannya juga tak luput dari pembahasan. Perwakilan perkelompok, secara umum menginginkan adanya pemerintahan yang lancer dan mendengar aspirasi masyarakat, kebersamaan dan kerukunan antar masyarakat. Para peserta juga sepakat bahwa segala modal social yang ada di desanya, baik dalam bentuk SDA, SDM, Jaringan dan lainnya bisa dimanfaatkan untuk merawat kerukunan.

Pada sesi yang terakhir, fasilitator mengarahakan para peserta untuk menyusun rencana tindak lanjut. Banyak insiatif yang muncul dan menyesuaikan dengan kebutuhan dan pendekatannya bermacam-macam, tentu dalam hal promosi tolerasi, kerukunan dan perdamaian. Mulai dari pembentukan wadah komunitas, peningkatan pengetahuan dan kemampuan melalui pelatihan dan pemberdayaan, sosialiasi dan penyuluhan tentang toleransi dan kerukunan, pengaktifan karang taruna, kegiatan berbasi budaya, kegiatan berbasis ekonomi, dan kegiatan berbasis social-keagamaan. Penutup kegiatannya adalah peserta diminta untuk mengisi post test pelatihan, dan dilanjutkan foto bersama.

id_IDBahasa Indonesia