Mengukur Kinerja Kementerian Pertahanan: Dari Alutsista Bekas, Pihak Ketiga dalam Pengadaan Alutsista ( PT TMI), Hingga Kepemilikan Lahan

Diskusi Publik

Mengukur Kinerja Kementerian Pertahanan:

Dari Alutsista Bekas, Pihak Ketiga dalam Pengadaan Alutsista (PT TMI), hingga Kepemilikan Lahan

  1. Husein Ahmad (Koordinator Program Reformasi Sektor Keamanan- Imparsial)

Terdapat sejumlah permasalahan dalam pengadaan Alutsista di era Menhan Prabowo Subianto. Prabowo tidak mau terbuka terkait visi-misinya sebagai Menteri Pertahanan. Misalnya, dalam pemaparan visi-misi di awal masa jabatannya dilakukan secara tertutup di Komisi I, tidak ingin diketahui publik. Padahal isu pertahanan ini merupakan barang publik. Anggaran Kemhan bersumber dari Anggaran Negara dan pajak rakyat, jadi publik harus pantau.

Di awal masa jabatannya sebagai Menhan, Prabowo Subianto juga pernah minta angggaran 1700 Triliun. Dia mau tarik anggaran sampai 2045 diambil di depan, dikumpulkan menjadi satu dalam bentuk kredit eksport/hutang. Angka 1700T itu mau dikelola oleh satu PT, Namanya PT TMI (Teknologi Militer Indonesia), dan kemudian terbuka kalau PT TMI ini milik kroninya Prabowo Subianto. Sebut saja beberapa nama. ada Glenny Kairupan sebagai Komisaris Utama dan Judi Magio Jusuf sebagai Komisaris, keduanya teman se Angkatan Prabowo di Akademi Militer dan juga aktif di partai Gerindra. Lalu ada juga Nugroho Widyotomo sebagai komisaris lulusan Akmil 1983, Mundasir lulusan Akmil 1988A, dan seterusnya. 

Rencana 1700T ini kemudian kebuka juga, untung waktu itu kita masih waras dan proyek ini tidak sampai lanjut. Ini sudah sampai pada tahapan ada Rancangan Perpesnya, ada penunjukan ke PT TMI-nya, dan seterusnya. Akhirnya kita sampai pada kesimpulan, bahwa penunjukkan pihak ketiga ini vulgar, terang-terangan. Ada PT TMI, yang orang jarang sebut ada Agrinas, dipimpin oleh Nugroro mantan Wasekjen Wantanas, dia ditugasi untuk mempersiapkan cadangan logistik. Kalau PT TMI, ditugaskan untuk memonopoli Land Sistem, Naval Sistem, Aero System, Cyber Sistem, Elektronik Sitem termasuk radar, dan military textile.

Ada satu pihak ketiga lagi yang orang-orang lupa sebut, pihak ketiga resmi atau broker yaitu Excalibur International, Perusahaan ini adalah Perusahaan dari Ceko, dulu dia memang besar karena dulu dia menjual barang-barang bekas milik Uni Soviet ke negara-negara Afrika dan Asia. Yang kita kaget ternyata dia dapet project baru dari Prabowo sebesar 500 juta Euro. Kita cek lagi, mungkin dia jadi broker tapi ternyata tidak karena rupanya Indonesia mau beli langsung dari broker ini. Padahal dalam rekam jejaknya, dia tidak memiliki pengalaman sama sekali kecuali sebagai broker. Bagaimana kita mau beli senjata yang asal muasal perusahaannya adalah broker. Artinya dalam pengadaan alustsista di Kemnhan ini vulgar sekali, bahkan pihak internasional menyoroti ini.

Persoalan lain pengadaan barang (alutsista) bekas dimana kita harus mengkritisi pengadaan itu. Misalnya pengadaan Mirage 2000, pesawat Perancis yang dibeli 25 tahun lalu oleh AD Qatar. Pada 2000an itu mau dikasih-kasih ke negara lain, tapi tidak ada yang mau. Termasuk juga tahun 2009 ditawarisan ke Indonesia, Menhan Yuwono Sudarnoso saat itu menolak dan tidak mau ambil. Pertanyaannya, kenapa kita mau ambil pesawat yang mau disingirin oleh AU-nya (Qatar). Tapi sekarang kok malah mau diambil oleh Menhan Prabowo Subianto. Jiak tidak ada something wrong kan gak mungkin Menhan mau ambil ini. Mirage 2000 sudah ditinggalkan oleh negara-negara.

  • Adnan Topan Husodo, Koordinator ICW 2015 – 2020/Direktur Laboratorium Anti Korupsi,  

Bicara soal pengadaan alutsista adalah bicara mengenai anggaran yang sangat besar. Kemarin dalam debat Capres, ada perdebatan mengenai jumlah anggaran yang sudah dihabiskan oleh Kementerian Pertahanan, ada yang menyebut 500 triliun, ada yang menyebut 700 triliun, itu semua tergantung periodenya kapan. Kalau periodenya ditarik sejak Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjabat tentu anggarannya bisa mencapai 500 triliun sampai hari ini. Tapi pertanyaannya Apakah 500 triliun itu habis untuk pengadaan alutsista saja? tentu tidak. Karena hampir separuh dari anggaran pertahanan setiap tahun juga habis untuk gaji pegawainya, belanja modal, belanja barang, yang oleh karena anggaran sedikit itu mau tidak mau dalam setiap kali pengadaan alutsista melibatkan hutang luar negeri. Bagaimana skema hutang luar negeri yang dikelola oleh Kementerian Pertahanan? sampai hari ini tidak banyak yang tahu. Oleh karena itu ketika kita merujuk kepada Defense Integrity Indeks yang dikeluarkan oleh Transparency Internasional, setidaknya pada tahun 2019 kemarin, indeks kita itu ada di angka D, yang kategori resiko korupsinya itu sangat tinggi untuk sektor pertahanan. Alasannya adalah karena aspek transparansinya paling buruk.

Skema kerja di Kemenhan telanjang sekali isu konflik kepentingannya, terutama ketika Menhan lewat surat No. B/2099/M/XI/2020, tertanggal 16 November 2020, menunjuk PT TMI. Ini sebetulnya sudah rame di medsos berbulan-bulan lalu, tapi saying Capres tidak mengangkat cukup detail, padahal ini sangat berkaitan dengan sebuah negara dikelola tanpa system anti korupsi yang kuat. Karena dalam surat itu Prabowo sebagai Menhan sudah membuat perusahaan yang juga dikelola dan dikendalikan langsung oleh dirinya, PT TMI, ditetapkan sebagai pihak yang akan mengurus berbagai hal, termasuk pengadaan alutsista. Pertanyaannya siapa PT TMI ini? PT TMI adalah perusahaan swasta nasional, kok bisa? Sebuah Perusahaan swasta ditunjuk oleh Menhan, mengurus proyek alutsista. Di adalah hub utamanya untuk seluruh Alutsista yang dibeli oleh Mentri Pertahanan. Kalau dibuka website PT TMI ini, masih ada, masih jelas. Kita juga tidak tahu hubungan terakhir PT TMI dengan Prabowo hari ini? Apakah diputus berubah setelah dikritik? Atau terus berjalan sesuai dengan skema surat yang pernah terbit ?

Isu yang mau saya sampaikan bahwa tansparansi pengadaan Alutsista buruk sekali. Tidak banyak info yang bisa kita peroleh, termasuk mau melacak pinjaman luar negeri Kemenhan, yang harusnya tercatat dan terpublikasikan di Bappenas RI. Kenapa harus Bappenas, bukan hanya Kemenkeu dan Komisi I. Karena BAPPENAS adalah institusi yang didesain untuk merencanakan strategi pembangunan termasuk apa saja yang ingin dilakukan leh KL dan Pemda. Kalau dicek data Bappenas dari skema loan, itu  memang ada data Kemenhan, tapi seluruh loan Kemenhan yang ada di data Bappenas itu semuanya terkait pengadaan alat-alat kesehatan untuk rumah sakit. Semuanya, mulai dari 2021, 2022, dan 2023. Oleh karena tertutup, rumit, anggarannya besar, tidak jelas siapa yang bermain, begitu pula standar etik, dari seorang pejabat publik yang mengeluarkan surat resmi yang menunjuk PT TMI, potensi kongkalikong antara pejabat publik dengan sektor swasta serta elit politik dalam pengadaan alutsista menjadi sangat tinggi. Kenapa saya menyebut elit politik? Karena Mentri Pertahanan pada saat yang bersamaan adalah ketua umum Partai Politik, ini hanya terjadi di Indonesia.

  • Uli Arta Siagian (Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan WALHI)

Prabowo Subainto sebagai Menhan harus bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan di mana lokasi food estate yang gagal itu beroperasi, di Kalimantan Tengah, dan Sumatera Utara. Bukan hanya kerusakan lingkungan itu, tapi juga atas konflik yang terjadi pasca proyek Food Estate itu masuk ke kampung-kampung masyarakat adat. Di Sumatera Utara masyarakat harus terbelah menjadi dua antara masyarakat yang menerima dan masyarakat yang menolak. Di Kalimantan Tengah kemudian masyarakat juga tereksklusi karena mereka tidak dilibatkan sepenuhnya dan tidak menerima manfaat dari proyek food Estate yang dibangun di Kalimantan Tengah.

Pasca debat ketiga kemarin, salah satu paslon menyebutkan bahwa paslon 02 memiliki lahan seluas 340.000 hektar, lalu diklarifikasi oleh paslon 02 sendiri bahwa lahannya hampir menyentuh angka 500.000 hektar. Ada kurang lebih 17 perusahaan yang tergabung dalam satu grup besar, grup ini bernama Nusantara Energi Resource dan perusahaan-perusahaan ini bergerak dalam usaha pertambangan, usaha kehutanan, dan perkebunan monokultur sawit. Isu kepemilikan lahan oleh salah satu paslon ini bukan baru-baru ini disampaikan, di Pemilu sebelumnya juga sudah disebutkan, tapi pertanyaannya tidak ada tindakan mendasar dari Presiden terpilih untuk kemudian memeriksa kepemilikan kepemilikan lahan itu. Untuk itu menjadi penting siapapun presiden terpilih berikutnya untuk memeriksa kepemilikan-kepemilikan lahan ini.

Terkait dengan proyek food estate, berdasarkan Investigasi yang dilakukan oleh teman-teman Gecko Project dan Tempo 3 tahun yang lalu kurang lebih, bahwa proyek food Estate yang ada di Gunung Mas-Kalimantan Tengah ternyata dioperasionalkan oleh PT Agro Industri Nasional atau PT Agrinas yang dalam akta pendirian perusahaan pada 3 April 2020, sebanyak 99% saham Agrinas ini dimiliki oleh Yayasan Pengembangan Potensi Sumber Daya Pertahanan binaan Kementerian Pertahanan. Jadi, proyek food estate itu juga dinikmati oleh orang-orang yang berada di lingkup pertahanan, ini hasil investigasi Gecko dan Tempo.

  • Julius Ibrani (Ketua PBHI Nasional)

PBHI dan kawan-kawan koalisi masyarakat sipil, ada Imparsial, KontraS, YLBHI dan lain-lain, sebelumnya mempertanyakan proyek penjualan senjata dan amunisi yang diduga kuat dijual ke rezim anti-HAM Myanmar, yang berujung pada pembantaian etnis muslim Rohingya. PBHI menyusun surat-menyurat ke KKIP yaitu Komite Kebijakan Industri Pertahanan yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo, lalu sebagai wakilnya untuk bekerja bersama yaitu Kementerian Pertahanan dan BUMN.

Dalam undang-undang Nomor 16 tahun 2012 tentang industri pertahanan disebutkan bahwa keseluruhan kebijakan mulai dari kebijakan nasional, perumusan, pelaksanaan dan pengendalian, sinkronisasi, itu berada di tangan KKIP yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo yang bekerja bersama Menteri Pertahanan dan menteri BUMN. Lalu siapa pengelola pelaksanaan ini ternyata dia dilakukan oleh Defend.id, yaitu perusahaan induk yang terdiri atas PT PAL Indonesia, PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad dan PT Dahana dan lainnya. Kementerian Pertahanan baru saja menunjuk PT TMI atau Teknologi Militer Indonesia untuk pengadaan alutsista, ini jelas bentuk mal-administrasi dan penyimpangan yang jelas karena seharusnya itu dilakukan melalui PT Defend.id ini. Jadi ini jelas mal-administrasi ini dapat dijadikan pembuka dugaan korupsi di Kementerian Pertahanan Indonesia baik itu pembelian pesawat, amunisi, senjata dan yang lainnya.

Berdasarkan catatan PBHI dalam proyek strategis nasional, ada jejak berdarah TNI di 114 titik dan itu berdasarkan koordinasi atau penugasan oleh Kemenhan karena Kemenhan lah yang rapat bersama dengan Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan proyek strategis nasional itu. Dalam pelaksanaannya, kemudian TNI melakukan tindakan-tindakan seperti intimidasi, perampasan lahan secara paksa atau land grabbing pemukulan fisik, termasuk penjagaan area pembangunan. Jadi, di tangan Kemenhan tentara kita yang diharapkan menjaga kedaulatan ternyata dipergunakan untuk merepresi saudara kita sendiri di 114 titik pelaksanaan proyek strategis nasional. Lalu Mentri Pertahanan mengakui menguasai lahan sekitar 500.000 hektar, ini gimana? Jadi wajah Menhan kita hari ini, terkait bagaimana dia menempatkan TNI, hanya sebatas sekuritisasi demi merepresiasi hak asasi.  

  • Al Araf (Ketua Badan Pengurus CENTRA Initiative)

Diskusi pertahanan dan keamanan itu adalah diskusi yang kepentingannya adalah untuk kita semua, karena diskusi pertahanan dan keamanan itu sesungguhnya menginginkan bahwa kita sebagai warga negara mendapatkan rasa aman. Oleh karenanya debat atau adu gagasan calon Presiden kemarin menjadi penting, yang seharusnya bisa menjelaskan bagaimana menjaga pertahanan dan keamanan selama ini untuk menjamin rasa aman warga negara, tetapi sayangnya di debat saja gagal untuk menjelaskan hal tersebut dan itu hal yang sangat aneh dan ironi. Rasa aman kita belakangan ini terganggu bukan karena ancaman dari luar, melainkan justru dari institusi rezim itu sendiri. Padahal seharusnya security itu tujuannya untuk membebaskan kita dari rasa takut dan memastikan kita untuk mendapatkan rasa aman.

Pertahanan dan keamanan sesungguhnya adalah barang publik atau public goods karena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita berkomitmen untuk membayar pajak, itu bagian dari kontribusi rakyat dalam membangun bangsa. Pajak-pajak itu lalu masuk ke dalam APBN dan kemudian didistribusikan salah satunya ke Kementrian Pertahanan. Jadi tidak bisa kementrian pertahanan mengatakan duit yang dia kelola adalah rahasia, tidak bisa. Itu adalah uang rakyat, harus tahu berapa jumlahnya, untuk membeli apa saja, dan untuk kepentingan apa, supaya masyarakat tahu bahwa uang pajak yang dipergunakan itu betul-betul untuk memajukan tentara yang professional, bukan untuk kepentingan pribadi atau penyimpangan-penyimpangan lain.

Maka dari itu, pasal 17 undang-undang Keterbukaan Informasi Publik menjelaskan level kerahasiaan itu ada pada level strategi, taktik, dan operasi. Konstruksi pasal 17 itu adalah semangat keterbukaan, kita bukan otoriter seperti Orde Baru lagi sehingga apa yang dilakukan oleh Negara harus akuntabel. Keterbukaan informasi publik itu adalah sebuah keniscayaan di negara demokrasi, di semua sektor, termasuk sektor pertahanan.

Permainan dengan pihak ke tiga dalam pengadaan Alutsista bukanlah sesuatu hal yang baru dan ini memprihatinkan kita karena dugaan Mark up-nya yang tinggi. PT TMI jelas merupakan pihak ketiga, berdasarkan undang-undang industri pertahanan negara dalam pengelolaan kebijakan alutsista dan industri pertahanan, otoritas yang mempunyai kewenangan untuk menata dan mengatur alutsista ada pada lembaga yang disebut KKIP, bukan di PT TMI.

Kita harus membongkar sektor pertahanan ini untuk kepentingan kita, supaya rasa aman terjamin dan supaya kita tidak lagi melihat pesawat militer kita jatuh, atau kapal selam militer kita tenggelam, atau prajurit kita kesejahteraannya tidak terjamin karena ada permainan-permainan yang menjadi salah satu penyebab masalah tersebut. Pada satu sisi problem rumah dinas prajurit tidak ada yang serius mengurusi, tapi pada sisi lain dugaan penyimpangan dalam pengadaan alutsista tinggi. Kita tentu sedih melihat hal semacam ini. Maka untuk membuat pertahanan kita professional, KPK harus bisa masuk untuk memeriksa anggaran pertahanan kita. Jika memimpin Kementerian Pertahanan saja sudah gagal, apalagi nanti mau memimpin satu Indonesia. Kesimpulan saya, kinerja Kementerian Pertahanan kita selama 4 tahun ini carut marut dan bermasalah.

  • Usman Hamid (Direktur Amnesti Internasional Indonesia)

Terkait polemik anggaran pertahanan kita kalau saya ringkas yaitu sebagai politik anggaran akal-akalan Ada akal-akalan belanja senjata oleh Kementerian Pertahanan yang dapat berimplikasi negatif pada kepentingan negara dan juga kepentingan para prajurit, terutama prajurit pada level bawah yang sudah mengantri bertahun-tahun akan adanya kesejahteraan, akan adanya perlengkapan atau peralatan sistem persenjataan yang memadai untuk menopang latihan-latihan militer mereka dan untuk membangun kepercayaan diri mereka menghadapi ancaman-ancaman dan serangan dari luar.

Kalau Indonesia sungguh-sungguh dalam memanfaatkan sumber daya yang berlimpah sebenarnya kita tidak akan punya problem kekurangan anggaran pertahanan. Kalau saja korupsi di Indonesia bisa ditekan, diminimalisir dengan penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi yang bisa memiliki wewenang ke seluruh sektor termasuk pertahanan, tentu ini akan membantu penyelesaian problem kekurangan Anggaran pertahanan kita. Sebagai negeri dengan kekayaan alam yang luar biasa dan populasi yang besar, Indonesia tentu membutuhkan sistem pertahanan yang kuat, membutuhkan Alutsista yang ideal dan kebutuhan ini telah dituangkan dalam rencana pembangunan kekuatan esensial yang minimum atau MEF (minimum essential force). Melalui MEF ini pemerintah meningkatkan anggaran pertahanan secara drastic, pada periode 2010 -2018 ada kenaikan dari 48, 9 triliun menjadi 107,6 triliun itu setara dengan 250%. Dalam konteks adanya sinyalemen korupsi, kolusi dan nepotisme itu kelihatan sekali, dalam rencana pembelian senjata dalam surat tetanggal 16 November 2020, Menhan menjelaskan bahwa Kementerian telah membentuk sejumlah perusahaan diantaranya adalah perusahaan bernama PT TMI, yang para eksekutif perusahaan itu diangkat langsung oleh dirinya sendiri, terutama Mayor Jenderal Glenny Kauripan. Saya kira perusahaan ini disinyalir sebagai perusahaan bisnis swasta yang tidak bonafit bahkan dikelola oleh salah seorang pengurus Partai dan ini menimbulkan konflik kepentingan antara orang sebagai Menteri Pertahanan dan orang sebagai ketua umum partai yang seharusnya berjarak dengan industri swasta atau pelaku bisnis swasta yang memiliki kepentingan atas keputusan-keputusan pemerintah. PT ini setidaknya mendapatkan komisi sebesar 5% di dalam perdagangan senjata global.

id_IDBahasa Indonesia