MA Cabut Syarat Remisi – Pemberantasan Korupsi Mundur!

Keputusan Mahmakah Agung atau MA cabut syarat resmisi dinilai sebagai kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi. Simak selengkapnya.

03 November 2021 09:00

Redaktur: YASSERINA RAWIE
Reporter: PANJI

GenPI.co – Peneliti Imparsial Hussein Ahmad angkat suara soal Mahkamah Agung atau MA yang mencabut PP Nomor 99 Tahun 2012 terkait Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Seperti diketahui, dihapuskannya PP nomor 99 tahun 2012 membuat narapidana kasus luar biasa seperti korupsi bisa mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman, tanpa harus memenuhi syarat dalam dua pasal yakni Pasal 34 A dan 43 A

“Ini sebenarnya adalah kemunduran dalam usaha pemberantasan korupsi,” ujar Hussein Ahmad kepada GenPI.co, Rabu (3/11).

Tidak hanya itu, dirinya juga menilai langkah yang diambil MA sangat menguntungkan bagi para rampok uang rakyat tersebut.

“Dengan adanya putusannya MA ini, semakin mudah narapidana koruptor mendapatkan pengurangan hukuman,” katanya.

Dirinya lantas menilai putusan tersebut justru jauh dari harapan masyarakat dalam memberantas korupsi di tanah air.

“Alih-alih mengetatkan aturan pengurangan hukuman, dengan putusan ini justru dipermudah. Itu tidak sejalan dengan komitmen pemberantasan korupsi,” katanya.

Di sisi lain, Peneliti Centra Initiative Erwin Natosmal Oemar menilai ada masalah serius dengan proses judicial review di MA ini. 

Bahkan, dirinya juga mengatakan bahwa proses yang dilakukan MA tidak transparan dan nirakuntabel.

Sebab, putusan tersebut terkesan semena-mena karena masyarakat Indonesia tidak tahu-menahu tentang putusan yang langsung diketok tersebut.

“Publik hanya mendapatkan putusan di ujung tanpa mengetahui apa pertimbangan hukumnya,” lanjutnya

Oleh karena itu, dirinya mengimbau masyarakat segera mendesak lembaga legislatif untuk memberikan batasan pada MA dalam mengambil keputusan.

“Sudah saatnya publik meminta DPR untuk merubah UU MA secepatnya, agar putusan-putusan penting yang bertentangan dengan kepentingan publik secara luas ini tidak terulang kembali,” tutur Erwin. (*)

id_IDBahasa Indonesia