Pelatihan PVE untuk Tokoh perempuan Ngargoyoso

Menghidupkan potensi dan memberikan penyegaran terhadap pemikiran masyarakat.

Perempuan memiliki peran penting dan strategis dalam penyebaran serta merawat nilai-nilai toleransi, kerukunan maupun perdamaian. Mulai dari individu, keluarga, komunitas, hingga masyarakat luas. Dalam penyebarannya digunakan car yang sederhana, mudah dipahami dan diterima oleh lingkungan sosial terutama di kalangan perempuan.

Dalam Rangka memperkuat peran perempuan, IMPARSIAL bekerjasama dengan sejumlah tokoh penting di Ngargoyoso, antara lain pemerintah Kecamatan Ngargoyoso, Desa Girimulyo dan Paguyuban Kerukunan Umat beragama (PKUB) menyelenggarakan pelatihan untuk pencegahan esktremisme kekerasan. Kegiatan yang dikemas dalam bentuk seminar kebhinekaan dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2022. Tempat pelaksaannya di Balai Desa Girimulyo, dengan dihari peserta sebanyak 24 orang tokoh perempuan dari lima desa yaitu: Girimulyo, Dukuh, Nglegok, Jatirejo dan Segorogunung. Melalui pelatihan tersebut, para perempuan diharapkan menjadi agen penguatan toleransi, kerukunan dan perdamaian sehingga mereka memiliki ketahanan dari pengaruh ekstremisme kekerasan.

Pelatihan diawali dengan sambutan secara formal yang dihari kepala desa, ketua PKUB, Direktur Imparsial, dan Camat Ngargoyoso.  Sebelum memulai pelatihan, Co-fasilitator, Wahyu Laila mengawali sesi belajarnya dengan mengisi pre-test yang bertujuan untuk mengetahui kedalaman pengetahuan dari masing-masing peserta  terkait materi yang akan disampaikan.

Para peserta yang sebelumnya sudah memperkenalkan diri, terlihat begitu antusias mengikuti kegiatan. Suasananya begitu ramai sedari awal, apalagi saat ada game untuk memecah kekakuan dengan menyebut warna yang mewakili perasaan mereka. Tetapi sebelum mulai masuk sesi pelatihan, ada dua orang dari Sekar Ayu yang menyampaikan testimoninya, yaitu Mbak Paini dan Bu Detty.  Mereka banyak bercerita tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan Bersama Imparsial memberikan dampak yang baik dan berkah. Contoh kecilnya adalah bertemu dengan ibu-ibu berbagai banyak latar belakang yang berbeda dapat menambah pesanan makanan snack, kue atau sekedar diberikan oleh-oleh berupa makanan atau sayur mentah setelah berkunjung ke rumah.

Sudahi sesi sharing soal testimoni, sesi belajar dan diskusipun dimulai. Fasilitator Ninin Karlina, mencoba membuka dengan sebuah pertanyaan, soal pengertian grapyak semanak, guyub rukun, andhap asor, ewoh pekewuh dan gotong royong. Banyak ibu-ibu yang menjawab pengertiannya dan contoh perilakunya. Kesimpulan dari pertanyaannya untuk mengukur makna dari semboyan tersebut dan penerapannya. Intinya bersikap rendah hati, menghormati orang serta memiliki adab yang baik dalam pergaulan dan tanpa pamrih dalam membantu adalah hal yang perlu dijunjung tinggi. Harapan-Harapan yang muncul dalam benak perserta nanti akan disatukan dalam sebuah “pohon harapan” oleh fasilitator untuk diingat dan direnungkan tentangnya.

Memasuki sesi diskusi, para peserta diberikan kesempatan untuk bergabung dengan desa masing-masing. Dalam sesi ini, peserta membahas tentang bagaimana kondisi geografis, social budaya, sejarah, politik, kepercayaan agama serta praktiknya, sector perkonomian terutama apa sumber utama dari perekonomian dari masing-masing daerah. Kemudian tentu tentang perkembangan masyarakatnya itu sendiri. Pengenalan ini penting untuk memberikan keberagaman dalam cara pandang dan seperti testimoni di atas bahwa akan menambah relasi yang berguna untuk saling tumbuhnya masyarakat dalam berbagai sector.

Fasilitor juga memutar video singkat mengenai ekstremisme kekerasan dan kemudian peserta diberikan kesempatan untuk berkumpul sesuai desanya dan mendiskusikan konflik yang pernah terjadi di desanya. Selesai diskusi, ternyata pernah terjadi konflik yang cukup panas dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa. Suasana itu dirasakan oleh tiga desa yaitu Desa Jatirejo, Segoro Gunung, dan Girimulyo. Berbeda dari tiga desa itu, Desa Nglegok ada konflik adu suara sound system karena tidak ada yang mengalah. Sementara dari Desa Dukuh, menyebutkan ada konflik yang dipicu oleh anak muda saat adanya acara campur sari di hajatan warga. Ternyata masalah yang dianggap kecil dan terdapat perbedaan pendapat itu bisa menimbulkan konflik yang mengarah ekstremisme kekerasan jika tidak dikendalikan.

Sesi kedua, mengidentifikasi kodrat dan sifat social antara perempuan dan laki-laki. Masing-masing peserta mengambarkan satu kata yang mengambarkan hal tersebut. Fasilitator mencoba menguraikan satu persatu dan hasilnya masih banyak peserta yang belum bisa membedakan perempuan dan laki-laki secara biologis maupun gender. Untuk itu lah fasilitator memberikan pemahaman lebih melalui video yang berkaitan dengan keseteraan gender. Pentingnya membahas ini tentu akan berdampak pada kesadaraan pada masing-masing haknya dan tidak timpang sebelah dari segi pemahaman pembagian peran dalam masyarakat itu sendiri.

Sesi ketiga, berdiskusi mengenai perdamaian. Perserta diberikan kesempatan untuk berpikir mengenai bagaimana gambaran mereka mengenai Desa Damai yang diimpikan. Mba Ami dari Desa Jatirejo menginginkan desa Girimulyo, terutama Dusun Sabrang menjadi seperti Bali, karena adanya sumber daya alam yang mendukung seperti wisata durian dan kebun jambu yang dapat menjadi faktor untuk menarik wisatawan dan semangat di dusunnya. Namun dia juga menyadari tenntang tantangannya, seperti pemikiran masyarakatnya yang belum terbuka terhadap perubahan, tentu dapat menghambat dalam rangka membangun desa. Padahal potensi alam di desa tersebut dapat membangkitkan bisnis penginapan dan juga olahan UMKM yang tentu dapat menambah pemasukan warganya. Kemudian ada juga pendapat dari Desa Segoro Gunung yang memiliki gambaran sebagai “DESA ANTI MIRAS”. Secara umum, peserta dari masing-masing desa memimpikan Desa Damai yang memiliki pembangunan infrastruktur yang merata.

Lebih lanjutnya lagi sebenarnya banyak inisiatif yang muncul dan disesuaikan dengan kebutuhan dari para peserta dan menggunakan pendekatan yang bermacam-macam dalam konteks mempromosikan toleransi, kerukunan, dan perdamaian. Kebanyakan rencana-rencana yang disampaikan lebih kepada meneruskan kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan atau kegiatan rutinan. Salah satunya menjadikan sarana kumpul arisan sebagai pertemuan antar lapisan dan berharap seluruh tokoh dan elemen masyarakat mendukung hal tersebut. Diakhir kegiatan dilakukan mengisi post test pelatihan dan dilanjutkan foto bersama.

en_GBEnglish (UK)