Pelatihan PVE untuk kelompok Pemuda Kecamatan Grogol

Peran pembangunan peradaban adalah tugas bersama

Kalangan anak muda rentan terhadap penyebaran intoleransi, radikalisme dan ekstremisme kekerasan, terutama yang dilakukan melalui media social. Siapapun yang tidak memiliki ketahanan diri yang kuat dan kemampuan untuk menyaring konten-konten negative yang bertebaran di media social, akan rentan terpapar oleh ideologi ekstrim yang tersebar dimana-mana.

Berdasarkan hal itu, IMPARSIAL bekerjasama dengan Paguyuban Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kecamatan Grogol dan pemerintah desa pada tanggal 26 November 2022 mengadakan pelatihan Analisa sosial tentang pencegahan intoleransi, radikalisme dan ekstremisme kekerasan. Kegiatan yang dikemas secara Sarasehan Kebhinekaan diadakan di Waroeng Ji Nung, Desa Telukan, Kecamatan Grogol, dengan melibatkan 29 peserta kalangan anak muda, terdiri dari 4 perempuan dan 17 laki-laki.

Kegiatan pelatihan diawali dengan seremoni pembukaan yang dihadiri oleh sejumlah tamu undangan diantaranya dari Ketua PKUB dan pemerintah desa. Sebelum dimulai pelatihan, diadakan testimoni yang disampaikan oleh Ambar. Salah satunya komunitas PELITA (Pemuda Lintas Iman), sebuah komunitas anak muda bentukan dan binaan IMPARSIAL di Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo. Dalam testimoni tersebut, Ambar menyampaikan pengalamannya terkait berbagai lintas iman, belajar bagaimana mengelola perbedaan dan menjalin persahabatan lintas agama.

Sebelum masuk ke materi, seluruh peserta dengan fasilitator diajak untuk membangun hubungan emosional dengan permainan kecil untuk proses awal mencairkan suasana dan membangun rasa saling kenal satu sama lainnya.

Materi pertama, fasilitator memulai mengajak seluruh peserta untuk mengadakan pemetaan gambaran kehidupan dalam masyarakat, baik dalam segi geografis, politik dan social-budaya di desa masing-masing. Para perwakilan peserta berdasarkan kelompok sesuai desanya menyampaikan hasil pemetaan desanya. Diawali dengan letak geogragfis di tiap wilayah desa, gambaran politik dan kondisi social, baik yang sedang berkembang atau yang sudah berjalan. Dari hasil presentasi tersebut, ada banyak perbedaan corak dan keragaman yang berhubungan dengan cara pandang politik desa di masing-masing daerahnya, dari segi social-budaya, tiap desa memiliki keragaman yang berbeda, salah satu perbedaannya dalam memeluk agama.

Sesi selanjutnya mengajak peserta untuk mendiskusikan mengenai isu gender di masyarakat, sebelum itu fasilitator memutar video pendek dengan tema “Gender : Perbedaan antara laki-laki dengan perempuan.” Dari film tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai peran masing-masing sesuai kodrat dan budaya. Fasilitator mengajak para peserta untuk menuliskan potret kehidupan disekitarnya.Sangat beragam pendapat yang disampaikan oleh peserta, mulai dari stigma negatif masyarakat terhadap perempuan yang tidak berpendidikan tinggi, perempuan yang terkena waktu social di mana harus menikah sebelum umur tertentu dan jika telat akan tercap sebagai perawan tua, sampai pendapat mengenai perempuan yang tabu untuk keluar malam bahkan untuk bekerja tak luput dari pandangan stigma negatif tersebut.

Terdapat juga kelompok masyarakat yang mampu untuk menerima kesetaraan gender seperti perempuan yang menjadi ketua karang taruna sudah diberikan sambutan baik dan diberikan ruang berekspresi di masyarakat. Memang sudah sepantasnya peran pembangunan peradapan tidak hanya ditugaskan atau didominasi oleh salah satu gender saja, keduanya harus berkerja sama.

Kemudian peserta diajak untuk mendiskusikan materi tentang bina damai. Pada sesi ini diawali dengan nonton film dokumenter tentang konflik Ambon pada tahun 1999. Konflik ini bermula dari masalah personal merembet ke urusan SARA. Konflik tersebut akhirnya dapat diredam dengan salah satu faktornya yaitu keberadaan Gerakan perempuan yang melakukan aksi perdamaian, terdiri dari unsur perempuan islam dan perempuan Kristen.

Demi memantik diskusi dengan para peserta, fasilitator memberikan pertanyaan kunci mengenai 3 faktor mengapa seseorang dapat bergabung dengan kelompok intoleran, radikal dan ekstrim. Jawaban ditulis dalam sebuah kertas dan nantinya akan ditempelkan ke tempat yang telah disediakan. Dari berbagai jawaban yang ada terdapat yang menarik untuk dibahas yaitu pengaruh ketahanan iman yang rendah sehingga mampu terbawa arus pemikiran yang menyebabkan terombang-ambing, apalagi ditambah bumbu diimingi jaminan surga dengan melakukan kedok “mati syahid”.

 Ada juga yang berpendapat bahwa bergabungnya seseorang dengan kelompok terror karena pernah di-bully, penumpukan emosi terus menerus menyebabkan efek yang menjauhkan dirinya dari masyarakat. Kemudian karena cara pandangnya yang sempit menyebabkan dia terjebak bergabung dengan kelompok terror, sehingga merespon seseorang untuk melakukan balas dendam kepada penolakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Setelah sesi materi selesai, para peserta kemudian diajak oleh fasilitator untuk melakukan evaluasi dan Menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) pasca pelatihan. Setelah itu, tim fasilitator bersama dengan panitia dan peserta secara bersama-sama menutup kegiatan pelatihan.   

en_GBEnglish (UK)