Imparsial

Dinilai Sering Salah Sasaran, Hukuman Mati Layak Dihapus

Terpidana mati di Indonesia mayoritas kasus narkotika. Terpidana kasus narkotika yang paling banyak dijerat pidana mati bukan bandar, tapi kurir.

Advokat LBH Masyarakat, Ma’ruf Bajammal (ketiga dari kiri), dan Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, Mike Verawati Tangka (keempat dari kiri), dalam sebuah diskusi, Minggu (30/6/2024) kemarin. Foto: Istimewa

Perdebatan kalangan abolisionis dan retensionis soal hukuman mati tak pernah berakhir. Namun perkembangan di komunitas global semakin meninggalkan hukuman mati. Melansir data Imparsial sebanyak 112 negara anggota PBB telah menghapus hukuman mati dan 36 negara tidak melakukan eksekusi (moratorium). Tersisa 55 negara yang masih menerapkan hukuman mati termasuk Indonesia.

Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Ma’ruf Bajammal mengatakan pemerintah telah mengubah penerapan hukuman mati melalui UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional. Pengaturan itu diklaim pemerintah sebagai jalan tengah antara pro dan kontra hukuman mati yang berkembang di masyarakat.

KUHP Nasional mengatur hukuman mati tak lagi sebagai pidana pokok, tapi alternatif dengan komutasi 10 tahun. Ketentuan ini menunjukan pemerintah masih mempertahankan hukuman mati. Kebijakan ini membuat pemerintah terkesan aneh karena seolah mau melindungi warga negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di luar negeri. Data Kementerian Luar Negeri Indonesia mencatat ada 165 WNI di luar negeri yang terjerat pidana mati.

en_GBEnglish (UK)