Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil
“Risiko Penumpukkan Wewenang, Akhiri Rangkap Jabatan Menkopolkam dan Menhan”
Perubahan kabinet (reshuffle) adalah hak prerogatif presiden. Sungguhpun demikian perombakan kabinet tersebut sudah sepantasnya mencerminkan bagaiaman pemerintah saat ini memandang situasi dan kondisi negara. Hingga saat ini belum ada pejabat definitif dari Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam) yang justeru dirangkap secara ad interim oleh Menteri Pertahanan.
Kami menilai rangkap jabatan antara Menhan dan Menkopolkam tidak boleh di lakukan terlalu lama dan harus segera diakhiri. Dua kementerian itu memiliki fungsi dan tugas yang berbeda. Kemenkopolkam bersifat koordinatif, sementara Menhan bersifat operasional. Membiarkan rangkap jabatan itu terlalu lama akan menimbulkan kerumitan tersendiri dalam tata kelola manajemen politik, keamanan dan pertahanan negara.
Kami menilai tidak tepat bila pengelolaan dua kementerian itu pada satu orang menteri dalam periode yang terlalu lama. Kondisi ini akan menimbulkan potensi penyalahgunaan kewenangan yang besar, karena adanya akumulasi kewenangan pada satu orang menteri. Di dalam negara demokrasi, penting untuk dihindari adanya akumulasi kewenangan di satu tangan. Negara demokrasi menuntut pentingnya diferensiasi fungsi dan tugas kementerian demi efektitas kerja pemerintah itu sendiri.
Diferensiasi fungsional dalam pemerintahan ini menjadi penting guna menghindari terjadinya absolut power satu orang atau satu lembaga. Karena jika akumulasi kewenangan itu terjadi maka potensi penyalahgunaan kewenangan akan tinggi. Dalam sejarah kita, pada masa kelam Orde Baru yang otoritarian, penggabungan Menhankam/Pangab membuat Menteri Pertahanan Keamanan, sekaligus Panglima ABRI, mengambil kendali penuh atas sektor pertahanan dan keamanan. Otoritas tunggal itu akhirnya berdampak pada terciptanya kebijakan kebijakan keamanan yang eksesif, represif dan cenderung membatasi kebebasan, akibat penggabungan fungsi pertahanan dan keamanan, yang sebenarnya berbeda tujuan dan fungsinya.
Perangkapan kedua jabatan tersebut dalam satu tangan cenderung akan membuka ruang terjadinya sekuritisasi, yakni negara akan melihat semua isu sosial politk akan menjadi masalah keamanan nasional, yang perlu didekati dengan pendekatan keamanan. Sekuritisasi ini akan mendelegitimasi pendekatan dialog, tidak mendengarkan aspirasi publik secara penuh (hanya formalitas), dan dalam penyelesaian masalah cenderung lebih mengedepankan pendekatan militer. Dalam konteks kekinian, hal itu nyata terjadi dengan maraknya keberadaan militer dalam ruang-ruang dan wilayah sipil, untuk mengatasi situasi sosial politik yang terjadi.
Konsentrasi kekuaasaan keamanan terhadap satu orang akan menimbulkan persepsi negatif terhadap kehidupan demokrasi, perbaikan ekonomi, serta iklim investasi, serta persepsi global. Terlebih lagi, Menkopolkam adalah jabatan strategis yang memiliki alur-alur kekuasaan penggunaan kekuatan alat represif negara.
Keresahan masyarakat Indonesia berkait ketidakpastian situasi keamanan Indonesia haruslah dijawab dengan cara-cara demokratik konstitutional, dengan segera menunjuk Menkopolkam yang baru serta dapat menurunkan ketegangan politik akibat manuver yang dilakukan oleh aparat militer yang mencoba mengintervensi kebebasan sipil yang telah dijamin konstitutsi kita. Pemerintah terkesan kuat membiarkan institusi militer vis a vis masyarakat dengan dalih pencemaran nama baik yang sebenarnya adalah berusaha untuk membatasi kebebasan berekspresi (kasus pengaduan Fery Irwandi dan Tempo).
Lebih lanjut, pemerintah harus segera menghentikan langkah-langkah inkonstitusional yang mengensankan membiarkan militer menggunakan celah-celah hukum untuk menjerat aktivitas-aktivitas gerakan sosial yang mengawal tuntutan rakyat (17+8) yang sedang digelorakan.
Kehidupan berdemokrasi harus diselamatkan serta penjaminan terhadap kebebasan sipil baik di ruang nyata maupun maya. Untuk itu, presiden harus segera mengevaluasi kebijakan keamananannya sesegera mungkin, dengan memutus rantai perangkapan jabatan, yang memungkinkan menggerakan kekuatan represif negara. Presiden segera menghentikan rangkap jabatan ini, dan tanpa penundaan menunjuk Menkopolkam yang baru.
Jakarta, 11 September 2025
Koalisi Masyarakat Sipil
IMPARSIAL, CENTRA INITIATIVE, Raksha Initiatives, HRWG, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), DEJURE, PBHI, Setara Institute, LBH Apik, WALHI
Kontak Person:
Al Araf ( Centra Initiative)
Ardi Manto (Imparsial)
Bhatara Ibnu Reza (De Jure)
Daniel Awigra (HRWG)
Wahyudi Djafar (Raksha Initiatives)
Mike Tangka (KPI)
Julius Ibrani (PBHi)
