Imparsial

Usut Tuntas Dugaan Pembunuhan di Luar Hukum Melianus Nayagau oleh Aparat Keamanan di Sugapa

Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk memastikan proses penyelidikan dugaan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) terhadap Melianus Nayagau di Sugapa, Intan Jaya, Papua, oleh aparat keamanan dengan segera, secara efektif, independen, dan imparsial.

Melianus terdaftar sebagai siswa SMP Negeri di Sugapa, yang tewas pada tanggal 6 Maret 2021. Kepala Penerangan Kogabwilhan III Kol. CZI IGN Suriastawa mengatakan bahwa korban adalah anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Namun, berdasarkan informasi yang kami terima, Melianus adalah warga sipil dari kampung Puyagiya yang dikenal oleh masyarakat di kampungnya dan korban bukanlah bagian dari KKB. Saat insiden penembakan terjadi pun, korban tidak sedang memegang senjata api.


Kami menilai, dugaan pembunuhan di luar hukum terhadap Melianus telah melanggar hak untuk hidup – hak asasi manusia paling utama yang dilindungi oleh hukum internasional dan konstitusi Indonesia – serta hak untuk bebas dari perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi sebagaimana diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 12/2005.

Adapun dugaan tindak pidana yang dilanggar oleh aparat keamanan adalah tindak pidana menghilangkan nyawa dan/atau kekerasan secara bersama-sama dan/atau penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan mengakibatkan kematian, sebagaimana diatur dalam Pasal 338 jo. Pasal 170 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 351 ayat (2) dan (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Berdasarkan catatan kami, sejak Januari hingga minggu pertama Maret 2021, setidaknya terdapat enam kali peristiwa penembakan di luar hukum di Papua, dan lebih dari 60 persen-nya, atau empat peristiwa, terjadi di Intan Jaya. Dari enam penembakan itu, separuhnya diduga melibatkan aparat keamanan baik dari TNI maupun Polri. Data tersebut menambah daftar panjang pembunuhan di luar hukum di Papua, yang mencapai angka 22 kasus dengan 33 korban di tahun 2020.

Rentetan pembunuhan ini telah mengakibatkan ketakutan di kalangan warga sipil yang mengakibatkan ratusan warga terpaksa mengungsi.

Atas dasar hal tersebut, kami mendesak pemerintah untuk:

  • Memastikan proses penyelidikan secara menyeluruh kasus dugaan pembunuhan di luar hukum terhadap Melianus Nayagau, maupun semua dugaan pembunuhan di luar hukum yang melibatkan aparat keamanan di Kabupaten Intan Jaya secara efektif, independen, dan imparsial;
  • Memastikan bahwa proses penyelidikan dan penuntutan tidak hanya terbatas pada para pelaku di lapangan namun juga diarahkan pada kemungkinan keterlibatan para pemberi perintah, apapun pangkatnya;
  • Menjamin adanya tuntutan hukum terhadap para pelaku pada pengadilan sipil jika ada buktibukti yang cukup dalam persidangan, sebagaimana disebutkan dalam Protokol PBB Tahun 1980 tentang Prinsip-Prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum bahwa pemerintah akan menjamin bahwa penggunaan kekerasan dan senjata api secara sewenang–wenang atau tidak tepat oleh aparatur penegak hukum akan dihukum sebagai suatu pelanggaran pidana berdasarkan hukum yang berlaku;
  • Menjamin semua bentuk ganti pemulihan yang berdasarkan metode ganti rugi tradisional tidak menghentikan proses penyelidikan dan penuntutan atas pelanggaran hukum;
  • Menjamin seluruh korban dan keluarganya bisa mendapatkan reparasi yang efektif dan menyeluruh sesuai dengan standar standar internasional; dan
  • Mengevaluasi pendekatan keamanan yang diterapkan di Papua guna mengakhiri siklus kekerasan yang menimbulkan korban dari warga sipil.

    Demikian pernyataan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

    Hormat kami,
  • Amnesty International Indonesia
  • Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
  • Imparsial
  • Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) Tanah Papua

9 Maret 2021

id_IDBahasa Indonesia