Toleransi terhadap Kelompok Rentan di Jawa Barat Menemui Hambatan di Lapangan

Belum ada perubahan signifikan untuk mengurangi kasus intoleransi. Kini, kebebasan beragama dan berkeyakinan menghadapi ujian di tahun politik.

Perwakilan orang muda penggerak toleransi di Jawa Barat membacakan deklarasi menyambut Hari Toleransi Internasional, Kamis, 16 November 2023 di Morning Glory at Rooftop Hotel Mitra. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

BandungBergerak.id – Silih asah, silih asih, silih asuh. Meski sudah menjadi falsafah bagi masyarakat Sunda, nyatanya kehidupan yang rukun, harmonis, dan saling menghormati masih saja diimpikan utamanya oleh kelompok agama rentan. Sejak beberapa tahun ke belakang, Jawa Barat masih menyimpan rapor merah dalam hal kebebasan beragama dan keyakinan.

Tingginya angka kasus intoleransi bukan berarti meniadakan praktik-praktik baik yang bermunculan. Narasi tersebutlah yang coba dimunculkan dalam kegiatan bertajuk “Deep Talk: Memang Boleh Setoleran Itu?”. Digagas oleh Jakatarub dan Imparsial dalam rangkaian Bandung Lautan Damai (BaLaD), kegiatan yang digelar bertepatan dengan Hari Toleransi Internasional ini mengajak organisasi dan komunitas yang terlibat untuk saling bercerita terkait aktivitas yang dilakukan di wilayah masing-masing. 

“Kita tidak menafikan ada berbagai upaya baik yang dilakukan oleh pemerintah, terutama dalam konteks nasional. Tapi ternyata, ketika kita mencoba untuk melihat dalam tatanan komunitasnya, ternyata masih banyak PR (pekerjaan rumah),” ujar Sayyidatul Insiyah, perwakilan dari SETARA Institute, Kamis, 16 November 2023 di Morning Glory at Rooftop Hotel Mitra.

Sisi, begitu ia akrab disapa, mengatakan bahwa belum ada perubahan yang signifikan dalam angka kasus intoleransi di Indonesia. Sekalipun sudah ada beberapa regulasi yang mengatur kebebasan beragama dan berkeyakinan, Sisi masih menemui hambatan dan tantangan dalam praktik di lapangan.

Selain Sisi, komunitas-komunitas lain yang ikut berbicara dalam Deep Talk di antaranya Venus Nareswari dari Muda-Mudi Baha’i, Arfi Pandu Dinata dari Jakatarub, dan Abdul Aziz Nurul Kamilin dari Kompas Iman Tasikmalaya. Lewat ruang virtual (zoom meeting), beberapa komunitas dari luar Jawa Barat juga ikut bercerita, ada Angelique Cuaca dari Pelita Padang dan Milan Wellyanto dari Sahabat INKLUSIF Jakarta.

“Mungkin ini bisa disimpulkan sendiri bagaimana kondisi di Jawa Barat ini. Di mana pelanggaran HAM dan kebebasan beragama dan berkeyakinannya juga bisa kita lihat dan nilai sendiri, tapi di sisi lain komunitas-komunitas dengan basis lintas agama itu makin menjamur,” terang Venus yang kini tengah duduk di semester lima di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung.

Baca Selanjutnya…

https://bandungbergerak.id/article/detail/159099/toleransi-terhadap-kelompok-rentan-di-jawa-barat-menemui-hambatan-di-lapangan

id_IDBahasa Indonesia