Keppres No. 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melanggengkan Impunitas

Siaran Pers Imparsial

No: 015/Siaran-Pers/IMP/VIII/2022

“Keppres No. 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melanggengkan Impunitas”

Presiden Joko Widodo belum lama ini menerbitkan Keppres No. 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu (Keppres PPHAM). Berdasarkan Keppres tersebut, tugas tim ini antara lain: melakukan pengungkapan dan menyelesaikan secara non-yudisial, merekomendasikan pemulihan bagi korban dan keluarganya, dan merekomendasikan langkah-langkah pencegahan terjadinya pelanggaran HAM ke depan. Melalui Keppres tersebut, Presiden juga menunjuk sejumlah nama untuk masuk ke dalam Tim Pelaksana, yang salah satunya bahkan memiliki catatan terkait kasus pelanggaran HAM berat di Timor Leste.

Kami memandang, penerbitan Keppres tersebut menunjukan bahwa Presiden Jokowi tidak memiliki pemahaman yang utuh dan mendalam terhadap persoalan HAM, khususnya terkait kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Penyelesaian melalui pendekatan non-yudisial yang diatur di dalam Keppres tersebut menjadi jalan pintas akibat lemahnya komitmen dan ketidakberanian politik Presiden di dalam menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu yang melibatkan banyak petinggi militer. Oleh karena itu, alih-alih menyelesaikan secara tuntas kasus-kasus tersebut, pendekatan non-yudisial yang didorong oleh Presiden Jokowi justru menutup ruang bagi korban dan keluarganya untuk memperoleh kebenaran dan keadilan atas peristiwa yang terjadi. Pendekatan non-yudisial ini hanya akan melanggengkan impunitas. 

Keppres PPHAM sebagai sebagai sebuah jalan pintas sesungguhnya dapat dilihat desainnya yang yang tidak mengadopsi prinsip hukum hak asasi manusia dan praktik internasional, khususnya terkait keadilan transisi dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui pendekatan non yudisial memang dimungkinkan, meski demikian penting dicatat bahwa hal tersebut tidak bisa dan tidak boleh menutup ruang penyelesaian melalui pendekatan yudisial. Terlebih lagi, Komnas HAM juga telah menyelesaikan penyelidikan terhadap 12 kasus pelanggaran HAM berat, termasuk pelanggaran HAM berat masa lalu. Upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara non yudisial secara prinsip harus ada pengungkapan kebenaran, verifikasi visibilitas penyelesaian secara hukum, dan tentu secara waktu tidak bisa dijalankan secara terburu-buru. Selain itu, adanya salah satu anggota Tim Pelaksana PPHAM yang diduga memiliki catatan terkait kasus pelanggaran HAM berat di Timor Leste juga menjadi permasalahan serius lainnya. 

Kami menilai, penerbitan Keppres ini nampaknya lebih didasari oleh pertimbangan dan kepentingan yang sifatnya politik, bukan sebagai bentuk kehendak politik dari presiden untuk menjalankan kewajiban konstitusional dalam mewujudkan kebenaran dan keadilan bagi korban dan keluarganya. Hal ini sejatinya bukanlah hal yang baru dari presiden, mengingat selama ini selalu ada ketidakselarasan antara pernyataan dan perbuatan dalam menyikapi persoalan HAM, termasuk dalam menyikapi isu penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Presiden tidak hanya menunjuk orang yang memiliki catatan pelanggaran HAM di dalam Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial, tetapi juga di dalam pemerintahannya. Presiden Joko Widodo pernah dan masih mengangkat terduga pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu, bahkan mereka diberikan posisi strategis di dalam pemerintahannya, seperti Wiranto yang saat ini menjabat sebagai ketua Dewan Pertimbangan Presiden dan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan. Fakta ini menunjukan klaim komitmen Presiden tentang penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu terbukti tidak sesuai dan konsisten dengan perbuatannya.

Atas dasar hal tersebut di atas, Imparsial mendesak kepada Presiden Joko Widodo; 

  1. Mencabut Keputusan Presiden No. 17 tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu;
  2. Melanjutkan proses yudisial dengan memerintahkan Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti hasil penyelidikan kasus pelanggaran HAM masa lalu dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) dengan melakukan penyidikan secara transparan dan bertanggungjawab terhadap peristiwa Pelanggaran HAM Berat masa lalu;

Jakarta, 22 September 2022

Gufron Mabruri

Direktur

CP: 

Gufron Mabruri (Direktur): +62 815-7543-4186

Ardi Manto Adiputra (Wakil Direktur): +62 812 6194 4069

id_IDBahasa Indonesia