Mereka juga menuntut kepolisian bertanggung jawab atas meninggal empat anggota FPI di lokasi kejadian.
Jumat, 08 Jan 2021 21:06 WIB
Alinea.id-Aliansi Masyarakat Sipil mendesak penyelidikan lebih lanjut tentang asal usul dan sumber senjata api (senpi) yang diduga miliki Laskar Front Pembela Islam (FPI) terkait insiden penembakan dan pembunuhan di Tol Jakarta-Cikampek (Japek) KM 50.
“Dugaan kepemilikan senjata api oleh anggota Laskar FPI merupakan salah satu masalah yang harus diungkap selain juga rangkaian peristiwa yang melatarbelakangi dan mengawali terjadinya insiden tersebut. Temuan Komnas HAM, termasuk uji balistik yang telah dilakukan, dapat dijadikan petunjuk awal menemukan fakta-fakta lebih lanjut,” ujar perwakilan aliansi sekaligus Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, dalam keterangan tertulis, Jumat (8/1).
Komnas HAM telah merampung investasinya tentang penembakan terhadap 6 Laskar FPI di Tol Japek KM 50. Salah satu hasilnya, dua dari lima selongsong peluru yang ditemukan diduga berasal dari senjata rakitan milik Laskar FPI.
Komnas HAM lalu merekomendasikan senjata api yang digunakan Laskar FPI tersebut diusut. “Kalau betul, ya, tindakan hukum; kalau tidak, ya, klarifikasi,” ucap Ketua Komnas HAM, Choirul Anam, beberapa saat lalu.
Hasil investigasi tersebut, menurut Gufron, dapat menjadi pijakan bersama dalam proses akuntabilitas berikutnya. Karenanya, kepolisian diminta menindaklanjuti secara transparan dan akuntabel setiap rekomendasi Komnas HAM.
“Tidak hanya proses hukum sebagaimana disinggung di atas, tetapi juga termasuk pembenahan prosedur tetap internal kepolisian untuk memastikan kerja-kerja kepolisian yang sejalan dengan standar hak asasi manusia,” ucapnya.
Menurutnya, mekanisme pengawasan internal dan eksternal kepolisian juga perlu diperkuat. Di sisi lain, “Korps Bhayangkara” tetap harus bertanggung jawab atas meninggalnya empat anggota FPI yang dibekuk dalam keadaan hidup setelah peristiwa serempet antarmobil di lokasi kejadian.
Aliansi Masyarakat Sipil terdiri dari sejumlah organisasi nirlaba, yakni Imparsial, PBHI, ELSAM, HRWG, ICJR, Setara Institute, PIL-Net Indonesia, LBH Pers, Institut Demokrasi dan Keamanan (IDeKa), dan KontraS.