“Penangkapan Petani di Blitar Merupakan Tindakan yang Berlebihan dan Sewenang-wenang”

Siaran Pers Imparsial
No: 009/Siaran-Pers/ IMP/IX/2021

“Penangkapan Petani di Blitar Merupakan Tindakan yang Berlebihan dan Sewenang-wenang”

Pada Selasa, 7 September 2021 aparat kepolisian menangkap seorang petani yang menyampaikan pendapat ditengah kunjungan Presiden Jokowi di Blitar. Petani tersebut menyampaikan aspirasinya melalui poster dengan tuntutan kepada presiden yang pada intinya untuk lebih memperhatikan kondisi petani. Aksi petani tersebut kemudian direspon oleh anggota kepolisian dengan menggelandang petani tersebut ke kantor kepolisian.

Kami menilai, tindakan polisi menghalang-halangi, melarang, apalagi menangkap petani tersebut merupakan tindakan yang berlebihan (excessive use of force). Kami memandang apa yang dilakukan oleh petani tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) khususnya kebebasan berkespresi dan berpendapat. Kebebasan tersebut sejatinya adalah ekspresi yang sah dan dijamin dalam Pasal 28E ayat (2) Undang-Undang Dasar RI 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya konstitusi UUD NRI Tahun 1945“. Selain itu kebebasan untuk menyampaikan pendapat di muka umum juga dijamin pelaksanaannya oleh UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Penangkapan terhadap petani tersebut juga menambah daftar panjang pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat di masa pemerintahan Jokowi. Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya telah merilis Indeks Demokrasi Indonesai dimana indeks kebebasan berpendapat kebebasan berpendapat terus turun sejak tahun 2018 yakni 66,17, 64,29 pada tahun 2019, dan 56,06. Peristiwa penangkapan tersebut tentunya secara khususnya akan memperburuk situasi kebebasan berpendapat di Indonesia dan secara umum memperburuk kualitas perlindungan HAM di Indonesia.

Kami memandang tindakan penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian adalah keliru dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Tindakan menghalang-halangi apalagi melarang dan menangkap petani yang menyampaikan pendapat tersebut merupakan tindakan yang berlebihan (excessive use of force) dan patut diduga melanggar UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Oleh karena itu kami mendesak agar pimpinan kepolisian mengambil langkah-langkah konkrit dengan mengevaluasi anggota yang terbukti melakukan pelanggaran baik secara etik maupun pidana. Lebih jauh pimpinan kepolisiaan juga harus merumuskan kebijakan guna memastikan peristiwa tersebut tidak terjadi di masa yang akan datang. Ke depan kepolisian seharusnya justru melindungi dan menjamin penyampaian pendapat di muka umum dan bukan justru menghalang-halanginya. Selain itu, kami mendesak kepolisian agar segera melepaskan dan memulihkan nama baik petani tersebut.

Kami juga mendesak agar pemerntahan Presiden Joko Widodo dapat melindungi kebebasan berekspresi dan berendapat yang selama ini dinilai mengalami degradasi dan pelemahan. Pemerintah Jokowi tidak boleh alergi terhadap kritik maupun protes dari masyarakat dan dengan tegas juga melarang aparatus negara untuk bertidak represif terhadap mereka yang melakukan protes ataupun kritik terhadap pemerintah.

Jakarta, 8 September 2021

Gufron Mabruri
Direktur

Narahubung:
Hussein Ahmad (peneliti): 081259668926

id_IDBahasa Indonesia