Proses Hukum Pelaku dan Segera Evaluasi Kebijakan Operasi Militer di Papua

Imparsial Live Press

No.018/Siaran-Pres/IMP/X/2022

Menyikapi Kekerasan Terhadap Anak di Papua oleh Anggota Kopassus

“Proses Hukum Pelaku dan Segera Evaluasi Kebijakan Operasi Militer di Papua”

Kekerasan oleh anggota TNI kembali terjadi di Papua. Kali ini kekerasan tersebut dialami oleh 3 orang anak di bawah umur yang dituduh mencuri 2 ekor burung Yakob/Kakak Tua Putih di Pos Koppasus, di Kabupaten Keerom. Peristiwa kekerasan tersebut terjadi pada hari Kamis, 27 Oktober 2022 pukul 06.00 WIT di Kampung Yuwanain Arso II, Distrik Arso, Kabupaten Keerom. Pelaku kekerasan tersebut diduga dilakukan oleh Anggota Satgas Kopassus yang bermarkas di Jalan Maleo, Kampung Yuwanain Arso II, Distrik Arso, Kabupaten Keerom.

Adapun korban kekerasan tersebut adalah; 1) Sdr. Rahmat Faisei (laki-laki), Umur 14 Tahun. 2) Bastian Bate (laki-laki), Umur 13 Tahun. 3). Laurents Kaung (laki-laki), Umur 11 Tahun. Keseluruhan anak ini berasal dari Distrik Arso, Kabupaten Keerom. Saat ini tidak diketahui kondisi pasti dari ketiga anak-anak tersebut setelah sebelumnya dikabarkan dirawat di rumah sakit akibat dari penganiayaan yang mereka terima.

Imparsial mengutuk keras kekerasan terhadap anak yang diduga dilakukan oleh anggota Kopassus tersebut. Kekerasan tersebut sangat tidak dibenarkan dengan dalih apapun dan jelas-jelas merupakan tindak pidana. Oleh karena itu, kasus tersebut harus diusut tuntas dan para pelakunya tidak boleh dibiarkan tanpa proses hukum. Pembiaran terhadap kekerasan tersebut tidak hanya melanggengkan impunitas yang akan semakin memperburuk situasi HAM di Papua, tetapi juga memperdalam sikap anti pati dan ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah.

Kekerasan terhadap anak yang baru-baru ini terjadi tentu menambah daftar kasus-kasus kekerasan aparat keamanan terhadap warga sipil di Papua. Berdasarkan catatan Imparsial, sepanjang tahun 2021 hingga bulan Juli 2022, tercatat setidaknya ada 63 kali peristiwa kekerasan, dimana jumlah korban tewas mencapai 61 orang. Tingginya jumlah kasus tersebut menunjukan kekerasan aparat keamanan sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan, sehingga hal tersebut harus menjadi perhatian serius pemerintah.

Imparsial menilai terus berlanjutnya kekerasan aparat keamanan di Papua sesungguhnya tidak bisa dilepaskan pendekatan keamanan militeristik yang dijalankan pemerintah dalam menangani persoalan Papua. Berlanjutnya pendekatan ini dapat dilihat dari terus dilakukannya pengiriman aparat keamanan (TNI/Polri) non-organik dari luar Papua dan pelibatan mereka dalam berbagai operasi keamanan/militer di Papua. Dalam kurun waktu setahun terakhir, setidaknya terjadi 13 kali pengiriman pasukan ke Papua, dengan estimasi jumlah pasukan yang dikirim ke Papua sebanyak 3000 personel. Pengiriman dan pelibatan aparat tersebut berkorelasi baik langsung maupun tidak langsung dengan tingginya kasus kekerasan anggota TNI kepada masyarakat sipil di Papua.

Penting dicatat, tanpa adanya evaluasi dan koreksi terhadap kebijakan dan pendekatan keamanan yang selama ini dijalankan, kekerasan aparat keamanan terhadap warga sipil akan terus terjadi dan berulang di Papua. Oleh karena itu, bersamaan dengan proses hukum terhadap aparat keamanan yang melakukan kekerasan, langkah evaluasi dan koreksi secara menyeluruh terhadap kebijakan dan pendekatan keamanan menjadi penting dan mendesak dilakukan.

Untuk itu, Imparsial mendesak:

  1. Kepada Panglima TNI, segera usut tuntas dan proses hukum melalui peradilan umum aparat TNI (anggota Kopassus) terduga pelaku kekerasan terhadap anak. Jangan sampai ada impunitas yang semakin memperburuk situasi HAM di Papua;
  2. Kepada pemerintah dan DPR, segera lakukan evaluasi dan koreksi terhadap kebijakan keamanan di Papua, terutama pengiriman dan pelibatan pasukan non organik di dalam berbagai operasi di Papua.

Jakarta, 30 Oktober 2022

Gufron Mabruri
Director

Contact Person(s):

  1. Gufron Mabruri (Direktur/Hp +6281575434186)
  2. Ardimanto (Wakil Direktur/Hp 081261944069)
en_GBEnglish (UK)