Imparsial Live Press
No. 020/Siaran-Pers/IMP/XI/2022
“Penempatan Prajurit TNI di MA Sebagai Satuan Pengamanan Melanggar Undang
Undang TNI”
Beberapa waktu yang lalu juru bicara (jubir) Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro
menyatakan pengamanan MA kini dijaga oleh TNI. Aparat TNI yang berjaga menjadi satuan
pengamanan di MA rencananya akan diambil dari lingkungan peradilan militer.
Kami memandang kebijakan MA untuk menempatkan TNI dalam satuan pengamanan di MA
adalah kebijakan yang bermasalah, tidak memiliki urgensi, dan berlebihan. Apalagi tujuan
kebijakan tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Jubir MA adalah untuk memberikan
kenyamanan bagi Hakim Agung dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti
masuknya orang-orang yang tidak jelas atau tidak layak masuk di kantor MA. Jika tugasnya
demikian, adalah hal yang sangat berlebihan menggunakan prajurit TNI untuk melayani
hakim MA dan bahkan memilah mana tamu yang layak atau yang tidak layak diperbolehkah
masuk gedung MA. Sudah jauh lebih tepat apabila MA mengandalkan Satpam atau jika ada
ancaman yang dihadapi oleh Hakim Agung, MA dapat meminta Polri untuk memperkuat
keamanan di lingkungan MA.
Penting untuk dicatat, pengamanan hakim MA tidaklah termasuk tugas pokok dan fungsi TNI
sebagaimana telah diatur secara jelas dalam pasal 6 dan 7 UU No. 34 Tahun 2004 tentang
TNI. Jika pelibatan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan di lingkungan MA dijalankan
dalam rangka tugas pokok terkait operasi militer selain perang, seharusnya hal tersebut
didasarkan pada keputusan politik negara (Pasal 7 ayat 3 UU TNI), bukan keputusan MA.
Yang dimaksud dengan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah
bersama-sama dengan DPR yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara
pemerintah dan DPR (Penjelasan Pasal 5 UU TNI). Dengan demikian, kebijakan MA untuk
melibatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan di lingkungan MA bertentangan dengan
UU TNI dan mengganggu profesionalitas TNI karena menarik jauh TNI ke dalam tugas-tugas
sipil di luar tugas pokok dan fungsinya.
Kami menilai penggunaan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan sebenarnya tak lebih dari
upaya MA untuk menutupi berbagai kelemahannya selama ini. Penggunaan TNI sebagai
satpam dengan kata lain adalah upaya untuk memberikan kesan gagah terhadap MA yang
selama ini lemah dan gagal dalam mereformasi institusinya. Lebih dari itu, yang
dikhawatirkan dari pelibatan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan adalah adanya potensi
disalahgunakan penggunaan prajurit TNI untuk membentengi diri dari penegakan hukum
yang mungkin dilakukan misalnya oleh Polri ataupun lembaga lain seperti KPK. Perlu diingat
bahwa kebijakan pengamanan MA oleh TNI tidak lama berselang setelah adanya operasi
tangkap tangan terhadap salah satu hakim MA. Pada titik ini, butuh ketegasan Panglima TNI
agar konsisten menempatkan TNI dalam rel nya sebagai prajurit sesuai dengan mandat UU
TNI dengan tidak memenuhi permintaan MA.Kedua, sudah seharusnya MA fokus pada tuntutan publik menyelesaikan reformasi peradilan
yang selama ini jalan ditempat. Alih-alih menggunakan TNI sebagai satuan pengamanan
MA, MA seharusnya segera menjalankan tuntutan Reformasi Peradilan yang selama ini tidak
berjalan seperti pengentasan korupsi dan pembenahan internal lainnya untuk menguatkan
acces to justice bagi masyarakat. Selain itu dalam konteks reformasi peradilan militer sangat
penting bagi MA untuk segera memberikan masukan dan dorongan bagi pemerintah dan DPR
untuk merevisi UU Peradilan militer .
Reformasi peradilan militer sesungguhnya adalah mandat dari UU No. 34/2004 tentang TNI.
Pasal 65 Ayat (2) UU TNI menyebutkan bahwa “prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan
militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan
umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang”.
Selain itu, upaya mewujudkan reformasi peradilan militer merupakan sebuah kewajiban
konstitusional yang harus dijalankan pemerintah dan parlemen. Upaya mengubah peradilan
militer adalah suatu langkah konstitusional untuk menerapkan prinsip persamaan di hadapan
hukum secara konsisten {Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 28 Huruf d Ayat (1) UUD 1945}.
Konsekuensi dari penerapan asas hukum tersebut adalah bahwa anggota militer yang
melakukan tindak pidana umum perlu diadili dalam peradilan yang sama dengan warga
negara lain yang melakukan tindak pidana umum, yakni melalui mekanisme peradilan umum.
Oleh karena itu Imparsial:
1. Mendesak MA membatalkan rencana menempatkan prajurit TNI sebagai satuan
pengamanan di lingkungan MA.
2. Mendesak Panglima TNI menolak penempatan prajurit TNI sebagai satuan
pengamanan di lingkungan MA.
3. Mendorong MA melakukan langkah efektif guna perbaikan internal di lingkungan
MA.
4. Mendorong MA untuk melanjutkan reformasi peradilan militer dalam hal ini segera
memberikan masukan dan dorongan bagi pemerintah dan DPR untuk merevisi UU
Peradilan militer .
Jakarta, 10 November 2022
Contacts
Gufron Mabruri
Ardi Manto Adiputra
Hussein Ahmad
Al Araf
Link Siaran Pres . 10.11.2022 Siaran Pers TNI di MA (3).pdf