Live Press
Koalisi Masyarakat Sipil
Menyikapi Intervensi Polda Jawa Tengah Ke Kampus dan Pelanggaran Berat Netralitas POLRI
“Kapolda Jawa Tengah Harus Diberhentikan dan Aparat Kepolisian Harus Netral”
Belakangan ini, terjadi intervensi yang dilakukan oleh jajaran Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) terhadap guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi terkait dengan petisi beberapa kampus terhadap praktik Kecurangan Pemilu dan Kemunduran Demokrasi oleh Pemerintahan Joko Widodo. Jajaran Polda Jateng ditengarai meminta sejumlah rektor dan guru besar untuk membuat video testimoni positif tentang kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Kepolisian berdalih bahwa hal ini merupakan program ”Cooling System” yang dilakukan menjelang pencoblosan Pemilu 2024.
Kami menilai, intervensi yang dilakukan oleh jajaran Polda Jateng merupakan bentuk intimidasi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi. Hal ini sejatinya juga bukan merupakan tugas kepolisian untuk meminta testimoni positif terkait kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Tugas kepolisian seharusnya adalah menjamin kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik setiap guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya, dalam menyampaikan kritik dan pendapat mereka terkait situasi yang terjadi hari ini. Sebagai negara demokratis, Pemerintah dan penegak hukum seharusnya mendukung kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dilakukan oleh perwakilan akademisi serta masyarakat sipil.
Terlebih lagi, situasi panas terkait Pemilu 2024 justru dipicu oleh intervensi brutal Presiden Joko Widodo lewat Putusan MK No. 90 dan kampanye terselubung serta politisasi Bansos. Seharuanya, Polda Jateng melakukan Cooling System terhadap Presiden Joko Widodo agar tidak terus menerus merusak demokrasi, bukan sivitas akademika kampus.
Intervensi yang dilakukan oleh Polda Jateng melalui program Cooling System merupakan tanda bahwa Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo menunjukkan wajah rezim otoritarian. Permintaan video testimoni yang berkedok program Cooling System oleh Polda Jateng bukan merupakan upaya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat jelang Pemilu 2024. Meminta testimoni positif di tengah gelombang civitas akademika yang sedang bersuara lantang menolak kecurangan Pemilu adalah bentuk pembungkaman terhadap masyarakat.
Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Jateng juga melakukan pemanggilan terhadap 176 Kepala Desa di Kabupaten Karanganyar yang dilakukan secara bertahap antara 27-29 November 2023. Menurut Polda Jateng, alasan pemanggilan tersebut terkait adanya laporan dugaan pemotongan dana aspirasi desa yang bersumber dari bantuan keuangan Provinsi Jawa Tengah di tiga daerah, periode 2020 sampai 2022.
Kami memandang, pemanggilan kepala desa ini bersifat politis dan rawan untuk dipergunakan sebagai sarana rezim untuk menekan kepala desa. Lebih jauh, kami menilai bahwa patut diduga kuat bahwa Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah menyalahgunakan kewenangannya dan pemanggilan tersebut dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi terselubung.
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak:
- Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk memberhentikan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, karena telah melanggar prinsip netralitas Polri dalam perhelatan politik Pemilu 2024 serta memproses hukum secara tegas terhadap siapapun di jajaran kepolisian yang telah melakukan pelanggaran maupun kejahatan Pemilu;
- Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk memerintahkan jajarannya untuk menjamin keamanan dan memberikan perlindungan terhadap kebebasan akademik dan berpendapat yang dilakukan oleh guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya.
- Kepolisian Daerah di Jawa Tengah untuk menghentikan intimidasi dan represi kepada masyarakat, khususnya lagi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya.
Jakarta, 08 Februari 2024
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis
IMPARSIAL, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), KontraS, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), LBHM, Yayasan PIKUL.
Contact person:
- Gufron Mabruri (IMPARSIAL)
- Julius Ibrani (PBHI)
- Dimas Bagus Arya (KontraS)
- Wahyudi Djafar (ELSAM)
- Wahyu Susilo (Migrant Care)
- M. Isnur (YLBHI)
- Mike Verawati (KPI)