DPR Jangan Memberi Blangko Kosong kepada Calon Panglima TNI Baru

Siaran Pers Imparsial
No: 023/Siaran-Pers/IMP/XI/2022
Menyikapi Uji Kepatutan dan Kelayakan Calon Panglima TNI Baru
“DPR Jangan Memberi Blangko Kosong kepada Calon Panglima TNI Baru”


Pada tanggal 28 November 2022 kemarin, dalam Surpres yang dikirim ke DPRI RI, Presiden Joko
Widodo secara resmi mengajukan Laksamana TNI Yudo Margono (KSAL) sebagai calon
Panglima TNI baru untuk menggantikan Jenderal TNI Andika Perkasa yang tidak lama lagi akan
memasuki masa pensiun. Berdasarkan informasi yang berkembang, Komisi I DPR RI akan segera
melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon Panglima TNI yang diajukan oleh
Presiden.


Kami memandang, pergantian panglima TNI harus dianggap sebagai momentum untuk
melakukan perbaikan di tubuh TNI ke depan. Berdasarkan pasal 13 ayat (3) UU TNI,
pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.
Oleh karena itu pergantian panglima TNI saat ini harus ditujukan untuk mendorong perbaikan,
khususnya terkait agenda reformasi TNI yang selama ini jalan di tempat. Untuk itu penting bagi
DPR untuk menjadikan mekanisme fit and proper test sebagai proses untuk menguji kelayakan
calon tunggal panglima TNI yang diajukan oleh presiden. Jangan sampai proses tersebut bersifat
formalitas, di mana DPR hanya berperan sebagai “tukang stempel” atas kebijakan yang dibuat
oleh Presiden. Dalam konteks tersebut, menjadi penting bagi DPR untuk menelisik dan
mengkritisi visi-misi, agenda pembangunan TNI ke depan, rekam jejak calon panglima TNI, serta
yang tidak kalah penting adalah komitmennya terhadap prinsip negara hukum, HAM dan
demokrasi.


Penting dicatat bahwa pergantian panglima TNI bukan sekedar urusan pergantian sosok
kepemimpinan di tubuh TNI, tetapi juga akan mempengaruhi wajah TNI ke depan. Oleh karena
itu, DPR sebagai otoritas politik sipil harus menjalankan fungsinya dengan baik dalam melakukan
fit and proper test calon panglima TNI yang diajukan oleh Presiden.


Kami memandang, mengingat banyaknya pekerjaan rumah yang harus dibenahi dan masa dinas
calon panglima TNI baru yang tidak lama, DPR harus meminta calon panglima TNI untuk
menetapkan agenda prioritas yang dapat dicapai dalam setahun ke depan, khususnya terkait
agenda reformasi TNI yang banyak mendapat catatan merah dari publik. Dalam konteks ini, kami
menilai ada beberapa agenda yang perlu menjadi perhatian dan prioritas. Agenda pertama yang
paling penting adalah bahwa panglima TNI yang baru segera mengevaluasi dan mengoreksi semua
bentuk perbantuan TNI (OMSP) yang bertentangan dengan UU TNI, khususnya di Papua yang
sering berdampak buruk terhadap kekerasan politik dan pelanggaran HAM. Berikutnya adalah
penegakan hukum terhadap anggota TNI yang melakukan penyimpangan dan kekerasan terhadap
masyarakat. Panglima TNI yang baru tidak boleh membiarkan kejahatan yang melibatkan
anggotanya berlalu tanpa proses hukum yang tegas (impunitas)

Dalam konteks penghapusan impunitas tersebut, sangat penting bagi DPR dan pemerintah untuk
mendorong kembali reformasi sistem peradilan militer (Revisi UU No. 31/ 1997). Meski tanggung
jawab untuk melakukan revisi terhadap UU Peradilan Militer tersebut berada di tangan pemerintah
dan DPR, namun perlu dipastikan bahwa TNI juga mendukung agenda reformasi peradilan militer
tersebut. Penting dicatat bahwa agenda reformasi Peradilan Militer telah diamanatkan dalam TAP
MPR nomor 6 dan 7 tahun 2000 dan undang-undang Nomor 34 Tahun 2004. Selain itu agenda
reformasi TNI yang krusial juga adalah restrukturisasi komando teritorial yang juga merupakan
amanat dari undang-undang nomor 34 Tahun 2004 karena struktur komando militer tidak boleh
mengikuti sama persis dengan struktur pemerintahan sipil.


Lebih jauh, penguatan kontrol dan pengawasan terhadap TNI juga tak kalah penting dan prioritas
dalam pembangunan TNI ke depan. Mengingat Indonesia sudah memasuki tahun politik, kontrol
dan pengawasan ketat terhadap anggota harus diperkuat. Langkah ini juga perlu dibarengi oleh
penguatan mekanisme akuntabilitas. Siapapun yang melakukan pelanggaran harus ada tindakan
tegas. Dalam konteks penguatan aspek pengawasan tersebut, panglima TNI baru perlu membuka
partisipasi dan kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti Komnas HAM,
Komnas perempuan, ombudsman dan lembaga negara lainnya, serta juga dengan organisasi
masyarakat sipil.


Terakhir, kami juga menekankan bahwa panglima TNI baru ke depan juga perlu menjaga
kesinambungan terkait kebijakan-kebijakan positif yang diinisiasi oleh panglima TNI
sebelumnya. Misalnya penghapusan test keperawanan bagi perempuan calon anggota TNI,
keturunan PKI dapat mendaftar calon anggota TNI, adanya keinginan untuk mengubah
pendekatan keamanan di Papua dari militeristik ke kemanusiaan. Sebagai sebuah inisiatif,
kebijakan yang diinisiasi oleh panglima TNI sebelumnya (Andika) tentunya penting untuk
dijalankan secara nyata dan konsisten.

Jakarta, 29 November 2022
Direktur Imparsial


Gufron Mabruri


Narahubung

  1. Gufron Mabruri +62 815-7543-4186
  2. Ardi Manto Adiputra +62 812-6194-4069
  3. Hussein Ahmad 08125966892
id_IDBahasa Indonesia