Imparsial

Sikap Menteri Pertahanan bahwa DPN Dapat Terlibat Urus Sawit dan Permasalahan Nasional lainnya Adalah Keliru dan dapat Mengembalikan Dwifungsi ABRI

Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan

“Sikap Menteri Pertahanan bahwa DPN Dapat Terlibat Urus Sawit dan Permasalahan Nasional lainnya Adalah Keliru dan dapat Mengembalikan Dwifungsi ABRI”

Pada tanggal 04 Februari 2025 Ketua Dewan Pertahanan Nasional (DPN) Sjafrie Sjamsoeddin dalam kesempatan rapat bersama dengan Komisi I DPR RI yang menyebut bahwa DPN dapat mengambil peran dalam urusan penertiban kawasan hutan, khususnya pelanggaran hukum oleh pengusaha kelapa sawit. Sjafrie mengatakan bahwa DPN akan bertugas mengobservasi seluruh permasalahan nasional di Indonesia.

Kami memandang, pernyataan Sjafrie tersebut adalah pernyataan yang tidak hanya keliru, tetapi juga mengancam demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia. Pernyataan ini mencerminkan indikasi kembalinya praktik otoritarianisme ala Orde Baru dan Dwifungsi militer. Pernyataan yang menyatakan bahwa DPN akan mengambil peran dalam penertiban kawasan hutan, sawit, dan seluruh permasalahan nasional lainnya sejatinya tidak sesuai dengan amanat Pasal 15 UU Pertahanan. Dalam UU Pertahanan secara eksplisit ditujukan untuk mengurus kebijakan pertahanan negara dan bukan terlibat jauh dalam urusan sipil. Upaya menarik lembaga ini ke dalam ranah sipil, termasuk juga dalam pengelolaan ekonomi, adalah bentuk penyimpangan yang bertentangan dengan prinsip tata negara yang baik, demokrasi dan reformasi TNI.

Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional harus benar-benar ditujukan untuk kepentingan pertahanan negara, memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka menghadapi kemungkinan ancaman perang, bukan untuk terlibat dalam urusan sipil dan non-pertahanan. Keterlibatan DPN dalam urusan sipil hanya akan menghidupkan dwifungsi TNI (dulu ABRI) seperti masa Orde Baru.

Persoalan DPN ini diawali dari pembentukan Peraturan Presiden No. 202 tahun 2024 tentang DPN yang mengandung pasal karet yakni terlihat pada Pasal 3 huruf F yang menyatakan bahwa DPN memiliki fungsi lain yang diberikan oleh Presiden. Kami khawatir pasal ini dapat dijadikan alasan untuk melakukan penyalahgunaan wewenang dalam ranah sipil.

Keterlibatan DPN dalam mengurus permasalahan nasional termasuk urusan sipil nyata-nyata menunjukan gejala kembalinya Orde Baru dan Dwifungsi militer dalam kehidupan bernegara Indonesia. Kami mencatat, sebelumnya terdapat beberapa kasus keterlibatan militer dalam ranah sipil yang bermasalah. Sebagai contoh diantaranya adalah proyek Rempang Eco-City yang mengakibatkan kekerasan terhadap masyarakat. Dalam proyek ini, prajurit TNI dilibatkan dalam hal pengamanan. Contoh lainnya, penyalahgunaan fungsi TNI terjadi dalam proyek lumbung pangan atau food estate di Merauke, Papua Selatan. Program cetak sawah yang melibatkan militer ini berimplikasi besar terhadap konflik aparat dengan masyarakat adat. Peran militer di Rempang Eco-City dan proyek food estate sangat bertentangan dengan fungsi TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan sekaligus menjadi indikasi kembalinya dwifungsi ABRI.

Kami menilai, keterlibatan militer dalam ranah sipil harus dihindari. Keterlibatan militer di ranah sipil hanya akan mengundang otoritarianisme kembali dalam panggung politik. Pada titik ini, Keterlibatan DPN yang terlalu jauh mengurusi urusan sipil sebagaimana pernyataan Menhan sudah semestinya harus dikoreksi dan pelaksanaanya harus dihentikan. Hal ini penting untuk menyelamatkan demokrasi dan capaian Reformasi 1998.

Koalisi Masyarkat Sipil untuk Reformasi Sektor Kemanan

Jakarta, 06 Februari 2025

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan:
Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta.

Narahubung:
Ardi Manto Adiputra (Imparsial)
Julius Ibrani (PBHI)
Usman Hamid (Amnesty International Indonesia)
Al Araf (Centra Initiative)
Dimas Bagus Arya Saputra (KontraS)

id_IDBahasa Indonesia