Koalisi mendesak DPR RI saat menguji dan menilai calon panglima TNI wajib melibatkan dan meminta pendapat publik, lembaga-lembaga negara independen dan/atau pakar yang kredibel dalam menguji calon panglima yang akan datang.
Oleh: Agus Sahbani
04 Oktober 2021
HUKUMONLINE.COM-Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai langkah Presiden RI Joko Widodo yang mengusulkan Jenderal Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI mengandung tiga permasalahan serius. Pertama, Presiden RI telah mengesampingkan pola rotasi matra yang berlaku di era Reformasi dalam regenerasi Panglima TNI sebagaimana norma diatur Pasal 13 ayat (4) UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI.
Kedua, Presiden RI telah mengajukan nama yang rekam jejaknya masih perlu pengujian oleh lembaga negara yang independen di bidang hukum, HAM, dan pemberantasan korupsi. Dalam hal ini, Komnas HAM dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketiga, perkembangan ancaman keamanan kawasan yang maritim sentris dewasa ini membutuhkan perhatian yang lebih besar di sektor kelautan.
Pada Rabu (3/11/2021) kemarin, Presiden RI Joko Widodo telah mengirimkan Surat Presiden RI (Surpres) berisi nama calon Panglima TNI kepada pimpinan DPR RI. Berdasarkan Surpres tersebut terdapat satu nama calon tunggal yakni KSAD Andika Perkasa sebagai pengganti Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang sebentar lagi akan memasuki masa pensiun. Berdasarkan Pasal 13 ayat (5) UU TNI, Presiden RI mengusulkan nama calon Panglima TNI untuk mendapat persetujuan DPR.
Lebih jauh, Koalisi perlu menjelaskan catatan penting sebagai berikut. Pertama, usulan nama KSAD Andika Perkasa sebagai Panglima TNI yang baru merupakan pilihan yang keliru karena mengabaikan pola kebijakan berbasis pendekatan rotasi. Jika merujuk pada Pasal 13 ayat (4) UU TNI, maka jabatan Panglima TNI dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
“Penerapan pola rotasi akan menumbuhkan rasa kesetaraan antar-matra, keseimbangan orientasi pembangunan postur TNI, serta kesempatan yang sama bagi perwira tinggi TNI, tanpa membedakan asal matra,” ujar salah satu perwakilan Koalisi dari PBHI, Sekjen PBHI Julius Ibrani kepada Hukumonline, Kamis (4/11/2021). Selain PBHI, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Imparsial, LBH Jakarta, KontraS, HRWG, PVRI.
Koalisi memandang seharusnya Presiden RI Joko Widodo tidak mengabaikan pola pergantian Panglima TNI berbasis rotasi matra. Mengabaikan pendekatan ini dapat memunculkan tanda tanya besar, apakah Presiden RI lebih mengutamakan faktor politik kedekatan hubungan yang subyektif daripada memakai pendekatan profesional dan substantif?
Kedua, Presiden RI harus betul-betul memastikan calon Panglima TNI yang diusulkannya tidak memiliki catatan buruk, khususnya terkait pelanggaran HAM. Adanya pemberitaan yang mengaitkan nama Andika Perkasa dalam kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Hiyo Eluay harus ditanggapi secara serius (Tempo 23 Oktober 2003). Sudah seharusnya Presiden RI menggali informasi secara komprehensif terhadap seluruh kandidat dengan melibatkan lembaga-lembaga kredibel guna memperkuat pertimbangan Presiden RI dalam mengambil keputusan yang tepat.
Koalisi mendesak DPR RI saat menguji dan menilai calon panglima TNI wajib melibatkan dan meminta pendapat publik, lembaga-lembaga negara independen dan/atau pakar yang kredibel dalam menguji calon panglima yang akan datang.
“Diajukannya Jenderal Andika Perkasa sebagai calon tunggal Panglima TNI, menunjukkan Presiden RI tidak memiliki komitmen terhadap Penegakan HAM secara serius sebagaimana komitmen politiknya,” kritiknya.
Selanjutnya, adanya laporan yang menyebutkan dugaan harta kekayaan KSAD Andika Perkasa dengan nilai yang fantastis harus segera diklarifikasi dan dijelaskan kepada publik. Sebagai prajurit yang tunduk pada Sapta Marga yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, adanya laporan kepemilikan kekayaan hingga berjumlah Rp 179,9 miliar harus dijelaskan secara transparan dan akuntabel agar terang benderang
“Kami menilai penting untuk dilakukan audit harta kekayaan Andika Perkasa oleh KPK. Selama berkarir di Militer, Jenderal Andika hanya melaporkan LHKPN pada Juni 2021. Artinya, selama 3 tahun menjadi KSAD belum pernah melapor LHKPN. Ini melanggar Pasal 4 ayat (3) Peraturan KPK No.4 Tahun 2020, yang mewajibkan Jendral Andika untuk melapor LHKPN. Koalisi menengarai ada iktikad buruk terkait tidak dilaporkannya LHKPN Jenderal Andika, dugaan kuat ada pada persoalan sumber harta kekayaan dan jumlah yang sangat fantastis.”
Ketiga, tahapan uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI yang akan segera digelar di DPR harus dilakukan secara terbuka, akuntabel, melibatkan partisipasi publik dan lembaga negara independen. Kendati nama calon yang tertera dalam Surpres hanya satu calon, sudah menjadi kewajiban DPR untuk menguji calon tersebut secara seksama.
“Jangan sampai ada kesan bahwa DPR RI hanya sekadar menjadi ‘juru stempel’ Presiden RI RI. Apabila hasilnya DPR tidak menyetujui calon tersebut, maka merujuk Pasal 13 ayat (8) UU TNI, DPR berhak menolak dengan memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya kepada Presiden RI,” ujarnya.
Keempat, kami menilai tetap diusulkannya KSAD Jenderal Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI oleh Presiden RI dengan tidak mengindahkan pola rotasi sebagaimana amanat UU TNI serta dugaan adanya keterkaitan Andika Perkasa dalam kasus Theys Hiyo Eluay dan dugaan kepemilikan sejumlah harta kekayaan yang fantastis menunjukkan kemunduran dalam usaha reformasi dan transformasi di tubuh TNI.
Atas dasar itu, Koalisi mendesak DPR RI saat menguji dan menilai calon panglima TNI wajib melibatkan dan meminta pendapat publik, lembaga-lembaga negara independen dan/atau pakar yang kredibel dalam menguji calon panglima yang akan datang. Misalnya dengan melibatkan Komnas HAM dan KPK serta lembaga-lembaga masyarakat sipil lainnya. Komnas HAM juga melakukan pengujian segera terhadap dugaan peranan Andika Perkasa dalam Kasus pembunuhan Theys Eluay pada November 2001 silam.
“Presiden RI segera mencabut Surat Presiden penunjukan Jendral Andika sebagai calon tunggal Panglima TNI, lalu melanjutkan dan membentuk Tim Percepatan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI untuk melakukan reformasi dan transformasi TNI.”