Imparsial

Menyikapi Reshuffle Kabinet Indonesia Maju Pemerintahan Joko Widodo Periode II

Siaran Pers Imparsial
No: 004/Siaran-Pers/IMP/VII/2023

Menyikapi Reshuffle Kabinet Indonesia Maju Pemerintahan Joko Widodo Periode II


“Reshuffle Kabinet Minus Evaluasi Bidang Hukum dan HAM”


Pada 17 Juli 2023, Presiden Joko Widodo kembali melakukan reshuffle Kabinet Indonesia Maju dan
Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dalam reshuffle kabinet tersebut, tercatat ada satu
Menteri, lima Wakil Menteri, dan dua Wantimpres yang dilantik langsung oleh Presiden.


Imparsial memandang, reshuffle kabinet memang merupakan hak prerogatif Presiden sebagai kepala
pemerintahan dalam memilih para pembantu Presiden untuk menjalankan roda pemerintahan. Meski
demikian, upaya reshuffle tersebut seharusnya dilakukan dengan berdasar pada evaluasi kinerja dan
capaian, termasuk mencermati pandangan masyarakat yang berkembang di publik. Hal ini menjadi
penting guna memilih para pembantu yang memiliki kompetensi dan benar-benar dibutuhkan untuk
mengefektifkan kinerja pemerintahan Jokowi yang tersisa satu tahun lagi. Tidak tepat jika reshuffle
tersebut dilakukan semata-mata untuk tujuan bagi-bagi jabatan dan kekuasaan.


Dalam realitanya, reshuffle kabinet yang keempat ini tidak ditujukan untuk mengefektifkan kinerja
pemerintahan Jokowi, justru cenderung terlihat hanya untuk bagi-bagi jabatan dan kekuasaan,
terutama di lingkaran Jokowi. Hal itu dapat dilihat dari diabaikannya evaluasi terhadap jabatan
menteri yang berkaitan dengan agenda HAM dan reformasi sektor keamanan dalam proses reshuffle.
Selain itu, beberapa nama yang dipilih oleh Jokowi untuk mengisi beberapa pos jabatan kementerian
tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan.


Imparsial menilai, di akhir masa pemerintahannya yang kedua, Presiden Jokowi seharusnya
memberikan perhatian yang serius dan mengevaluasi kementerian dan lembaga negara yang
berkaitan dengan agenda HAM dan reformasi sektor keamanan, seperti Menteri Hukum dan HAM,
Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung.


Terkait dengan Menteri Pertahanan, selama dijabat oleh Prabowo Subianto tidak menunjukkan
capaian yang signifikan dalam bidang pertahanan dan reformasi militer. Sebaliknya, Kementerian
Pertahanan di bawah pimpinan Prabowo Subianto banyak melahirkan berbagai kebijakan yang
kontra-produktif, seperti pembentukan komponen cadangan (militerisasi warga sipil), rencana
penambahan kodam di 38 provinsi, rencana revisi Undang-Undang TNI yang memundurkan capaian
reformasi militer tahun 1998, militerisasi Papua, hingga pengadaan alutsista bekas (jet tempur
Mirage 2000-5). Selain itu, Prabowo Subianto yang memiliki rekam jejak yang buruk dalam isu
pelanggaran HAM berat juga menjadi hambatan politik bagi penyelesaian pelanggaran HAM berat
di masa lalu.


Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia seharusnya juga dievaluasi mengingat banyak
melahirkan produk hukum yang tidak sejalan dengan hak asasi manusia dan agenda reformasi
hukum. Misalnya, pengesahan UU Cipta Kerja, serta KUHP yang memiliki pasal-pasal mengancam
kebebasan dan HAM itu sendiri. Demikian juga dengan Kejaksaan Agung, evaluasi penting untuk
dilakukan mengingat Kejaksaan Agung selama ini menjadi barrier bagi upaya pro justicia
penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang berat.


Masih maraknya kasus-kasus intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan di
daerah, menjadi penting bagi Presiden untuk mengevaluasi Menteri Dalam Negeri yang dinilai tidak
maksimal dalam melakukan pencegahan dan pengawasan kebijakan-kebijakan di daerah yang
mendiskriminasi kelompok minoritas. Selain itu, dalam konteks penempatan Pejabat Kepala Daerah
(Gubernur, Bupati/Walikota) yang diantaranya mengangkat perwira TNI aktif, hal ini seharusnya
menjadi catatan evaluasi terhadap Menteri Dalam Negeri. Begitu pula dengan Kementrian Agama
yang belum memperlihatkan capaian yang efektif dalam mencegah intoleransi dan diskriminasi
berbasis agama di daerah.


Berdasarkan pandangan di atas, Imparsial mendesak, Presiden Jokowi untuk mengevaluasi pimpinan
kementerian dan lembaga negara yang berkinerja buruk, khususnya terkait agenda pemajuan HAM,
pemajuan toleransi dan reformasi sektor keamanan di Indonesia. Mengingat masa kekuasaan
Presiden Jokowi akan segera berakhir, Presiden sebaiknya fokus mewujudkan semua janji-janji
politiknya yang belum terlaksana, bukan melakukan konsolidasi kekuasaan apalagi untuk tujuan
kepentingan politik elektoral.

Link Siaran Pers : file:///C:/Users/ASUS/Downloads/Siaran%20Pers%20Imparsial%20-%20Menyikapi%20Reshuffle%20Kabinet%20(18.07)%20(1).pdf

Jakarta, 18 Juli 2023


Gufron Mabruri
Direktur Imparsial

Narahubung:

  1. Gufron Mabruri – Direktur (081575434186)
  2. Ardi Manto Adiputra – Wakil Direktur (081261944069)
  3. Annisa Yudha AS – Koord. Program HAM (085711784064)
id_IDBahasa Indonesia