
Foto : BBC News Indonesia
Siaran Pers Imparsial
No. 016/Siaran-Pers/IMP/V/2025
Menyikapi Peristiwa Ledakan saat Pemusnahan Amunisi di Garut, Jawa Barat
“Sebabkan Belasan Korban Jiwa: TNI Tidak Profesional”
Pada 12 Mei 2025 di kawasan Pantai Sagara, Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, terjadi ledakan yang menyebabkan 13 orang meninggal dunia, diantaranya 4 prajurit TNI dan 9 warga sipil. Ledakan itu berasal dari amunisi yang tengah dimusnahkan oleh Pusat Amunisi III Pusat Peralatan Angkatan Darat. Imparsial menyampaikan duka cita mendalam bagi para korban meninggal dunia dan luka-luka akibat insiden ledakan ini.
Imparsial memandang jatuhnya korban jiwa dalam proses pemusnahan/ disposal amunisi di Garut adalah bentuk inkompetensi penataan wilayah pertahanan termasuk proses perencanaan dan pengendalian wilayah pertahanan. Diperlukan adanya investigasi mendalam tentang jatuhnya korban yang bukan hanya dari kalangan prajurit. Sebab, hal ini menjadi sinyal kuat adanya kelalaian dalam pelaksanaan SOP disposal amunisi tersebut, sehingga evaluasi seharusnya menyeluruh mulai dari perencanaan hingga eksekusi dan tidak hanya menyasar pelaksana teknis semata tetapi juga menyentuh atasan yang bertanggung jawab.
Adanya korban jiwa dari warga sipil juga perlu ditelisik lebih jauh berkenaan dengan kelalaian SOP disposal amunisi tersebut, khususnya terkait pengamanan area serta informasi kepada warga sekitar lokasi. Keberadaan warga sipil yang berada dalam jarak bahaya menunjukkan lemahnya pengamanan dari pihak TNI dan kurangnya sosialisasi kepada warga tentang jarak dan batas aman lokasi disposal. Seharusnya pengamanan berlapis diperlukan mengingat efek ledakan yang akan timbul cukup mematikan. Padahal pemusnahan bahan peledak, termasuk amunisi kadaluwarsa milik TNI memerhatikan aspek keamanan, keterbukaan informasi dan keterlibatan serta kerja sama dengan masyarakat sekitar lokasi pemusnahan amunisi.
Imparsial menilai peristiwa jatuhnya korban jiwa dalam disposal amunisi afkir menunjukan adanya gejala masalah yang lebih besar, yakni ketidak-profesionalan TNI akibat terlampau jauh ditarik dalam urusan-urusan non-pertahanan. Keterlibatan TNI dalam wilayah sipil seperti penanganan kenakalan siswa, program Makan Bergizi Gratis, program swasembada pangan, hingga menjadi penjaga gedung kejaksaan sesungguhnya meningkatkan potensi kelalaian pada tugas utamanya.
Kecenderungan menarik TNI untuk terlibat dalam urusan-urusan sipil adalah ancaman serius bagi profesionalisme TNI yang mengakibatkan TNI menjadi lalai dan menggerus keahlian TNI dalam tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara. Oleh karena itu, terdapat urgensi agar pemerintah segera melaksanakan evaluasi menyeluruh tentang keterlibatan TNI dalam tugas-tugas yang menyebabkan kelalaian pelaksanaan tugas utamanya.
Kami juga mengingatkan bahwa TNI bukan alat politik para elit, sehingga segala bentuk politisasi TNI dengan menarik jauh TNI dari tugas utamanya harus segera dihentikan. Dengan demikian, sudah sepatutnya TNI diletakkan kembali pada fungsi dan tugas utamanya yakni sebagai alat pertahanan negara.
Berdasarkan uraian di atas, Imparsial mendesak:
- Pemerintah untuk menanggung segala kerugian yang timbul akibat kelalaian ini, termasuk bagi keberlansungan kehidupan keluarga korban yang meninggal dunia;
- Panglima TNI untuk mengevaluasi jajaran termasuk melakukan investigasi terhadap pimpinan pelaksanaan operasi/ komandan yang bertanggung jawab;
- Panglima TNI agar tegas dan tidak mengikuti permintaan sipil yang terlalu menarik-narik TNI ke ranah sipil;
- Panglima TNI agar menjaga profesionalisme TNI dengan tetap fokus pada tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara.
Jakarta, 13 Mei 2025
Ardi Manto Adiputra
Direktur
Narahubung:
1. Ardi Manto Adiputra, Direktur
2. Hussein Ahmad, Wakil Direktur
3. Annisa Yudha AS, Koordinator Peneliti
4. Riyadh Putuhena, Peneliti