Siaran Pers Koalisi Reformasi Sektor Keamanan
Menyikapi penyerangan puluhan anggota TNI dari Batalyon Artileri Medan (Armed) 2/105 Kilap Sumagan terhadap Warga Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara
”Adili Anggota TNI Pelaku Penyerangan Warga di Kabupaten Deli Serdang dan Segera Revisi UU Peradilan Militer”
Pada hari Jumat, 8 November 2024 menjelang dini hari, masyarakat Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang Sumatra Utara dikejutkan oleh serangan secara membabi buta yang diduga kuat dilakukan oleh anggota TNI dari Batalyon Artileri Medan (Armed) 2/105 Kilap Sumagan. Penyerangan tersebut mengakibatkan satu orang meninggal dunia atas nama Raden Barus yang berusia 61 tahun dan puluhan orang luka serius akibat penganiayaan dengan senjata tajam. Koalisi masyarakat sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras penyerangan secara membabi buta tersebut dan mendesak agar para pelaku penyerangan segera diadili.
Keterangan Panglima TNI yang menyebut bahwa penyerangan tersebut ditenggarai oleh adanya sekelompok geng motor yang tidak terima ditegur oleh anggota TNI jelas tidak berdasar dan seolah-olah sebagai alasan pembenar untuk melakukan sweeping dan penyerangan terhadap warga Desa Selamat secara brutal. Jika anggota TNI melihat atau mengetahui adanya geng motor yang meresahkan dan mengganggu masyarakat, maka seharusnya anggota TNI tersebut melaporkan kepada pihak kepolisian, bukan bertindak secara brutal dengan melakukan penyerangan terhadap warga. Anggota TNI tidak dibenarkan melakukan tindakan di luar hukum secara sepihak.
Koalisi menilai, penyerangan terhadap warga yang dilakukan oleh anggota TNI di Kabupaten Deli Serdang tersebut menunjukan kecenderungan masih kuatnya arogansi dan kesewenang-wenangan hukum (above the law) anggota TNI terhadap warga sipil. Para anggota TNI yang diduga melakukan serangan brutal tersebut tidak boleh dibiarkan tanpa proses hukum dan harus dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Berdasarkan catatan Imparsial, sepanjang tahun 2024 (Januari – November 2024) ini saja, telah terdapat 25 peristiwa kekerasan anggota TNI terhadap warga sipil. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut antara lain; penganiayaan atau penyiksaan terhadap warga sipil, kekerasan terhadap pembela HAM dan jurnalis, intimidasi dan perusakan properti, penembakan, dan KDRT. Motif dari tindakan kekerasan yang dilakukan oknum anggota TNI ini juga beragam, mulai dari motif persoalan pribadi, bentuk solidaritas terhadap korps yang keliru, terlibat dalam sengketa lahan dengan masyarakat, terlibat dalam penggusuran, serta pembatasan terhadap kerja-kerja jurnalis dan pembela HAM. Umumnya, pelaku kekerasan tersebut juga tidak mendapatkan hukuman atau sanksi sebagaimana mestinya (impunitas).
Koalisi menilai, langgengnya budaya kekerasan aparat TNI terhadap warga sipil di sejumlah daerah salah satunya disebabkan oleh belum direvisinya UU tentang Peradilan Militer (UU NO. 31 tahun 1997). Sistem Peradilan Militer yang berjalan selama ini tidak urung menjadi sarana impunitas bagi aparat TNI yang melakukan kekerasan. Reformasi peradilan militer sesungguhnya adalah mandat dari UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal 65 Ayat (2) UU TNI menyebutkan bahwa “prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang”. Selain itu, upaya mewujudkan reformasi peradilan militer merupakan sebuah kewajiban konstitusional yang harus dijalankan Pemerintah dan parlemen.
Atas dasar hal tersebut di atas, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak:
- Anggota TNI yang melakukan penyerangan terhadap warga sipil di Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara diadili dan diproses secara hukum melalui sistem peradilan umum, bukan peradilan militer.
- Pemerintah dan DPR RI segera untuk memasukkan agenda revisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer ke dalam Prolegnas 2024 – 2029 untuk segera dibahas oleh DPR RI bersama dengan Pemerintah dalam periode legislasi berikutnya.
Jakarta, 11 November 2024
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
(Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty Internasional Indonesia, ELSAM, HRWG, WALHI, SETARA Institute, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, ICJR)
CP:
- Ardi Manto (IMPARSIAL)
- AL Araf (CENTRA Initiative)
- Julius Ibrani (PBHI Nasional)
- M. Isnur (YLBHI)
- Usman Hamid (Amnesty Internasional Indonesia)