Imparsial

Menyikapi Pengangkatan Prajurit TNI Aktif Mayjen Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum “TNI Aktif Kembali ke Jabatan Sipil: Dwifungsi TNI Semakin Nyata”

Siaran Pers Imparsial
No. 007/Siaran-Pers/IMP/II/2025

Menyikapi Pengangkatan Prajurit TNI Aktif Mayjen Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog

“TNI Aktif Kembali ke Jabatan Sipil: Dwifungsi TNI Semakin Nyata”

Pada tanggal 07 Februari 2025, Erick Thohir selaku Menteri BUMN mengangkat Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog melalui Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-30/MBU/02/2025. Pada saat ditemui oleh wartawan di Kantor Kementerian Pertanian ia mengatakan “Ya masih aktivitas, iya (Prajurit aktif)”. Sebelumnya Novi Helmy Prasetya menjabat sebagai Asisten Teritorial Panglima TNI Angkatan Darat. Alasan pengangkatan Mayjen Novi sebagai Direktur Utama Bulog adalah untuk meningkatkan penyerapan beras dari petani hingga mencapai 3 juta ton pada April 2025.

Imparsial memandang penempatan prajurit TNI aktif seperti Mayjen Novi Helmy dalam jabatan sipil, seperti di BULOG, merupakan bentuk ancaman terhadap demokrasi dan juga pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam negara demokrasi mensyaratkan adanya pemisahan urusan antara militer dan sipil. Hal ini untuk menjamin penghormatan terhadap supremasi sipil dan jaminan terhadap tata negara hukum yang baik. Hal itu kemudian ditegaskan dalam Pasal 47 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004 menyatakan bahwa “Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan”.

Memang dalam UU 47 ayat (2) UU TNI kemudian diberikan kelonggaran bagi TNI aktif untuk menjabat di jabatan sipil. Namun, jabatan tersebut hanya dibolehkan untuk jabatan yang berkaitan dengan urusan pertahanan. Dalam pasal tersebut TNI dapat ditempatkan dalam jabatan sipil di sejumlah 10 lembaga, yakni; kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung. Pada titik ini, jabatan direktur BUMN bukanlah jabatan yang diperbolehkan oleh pasal 47 UU TNI.

Penempatan TNI aktif dalam jabatan sipil apalagi di lembaga yang tidak terkait dengan urusan pertahanan sejatinya tidak dapat dibenarkan. Selain karena berpotensi berdampak negatif terhadap pengelolaan jenjang karir Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masuknya militerisme ke dalam lembaga sipil, penempatan TNI aktif dalam jabatan sipil juga sudah tentu merusak profesionalisme TNI. Di tengah perubahan lingkungan strategis yang semakin kompleks, seharusnya TNI didorong lebih fokus untuk mempersiapkan diri menghadapi perang modern yang berorientasi pada penguasaan teknologi perang yang mutakhir. Penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil mengabaikan spesialisasi, kompetensi, pengalaman, serta masa pengabdian ASN di instansi terkait. Selain mengacaukan pola rekrutmen dan pembinaan karir ASN yang seharusnya diatur ajeg dan berjenjang, hal tersebut juga akan mengakibatkan terjadinya demotivasi di kalangan ASN dalam konteks jenjang karir dan kepangkatan di instansinya.

Selain itu, Imparsial mengkhawatirkan akan muncul persaingan di internal TNI untuk terlibat dalam sektor bisnis alih-alih meningkatkan kapabilitas mereka untuk pertahanan. Dari sisi eksternal, potensi fraud atau korupsi dalam pengelolaan BUMN yang melibatkan anggota TNI juga menjadi persoalan serius. Hal ini dikarenakan mekanisme penegakan hukum terhadap anggota TNI berada di ranah peradilan militer, yang selama ini dinilai memiliki kecenderungan impunitas dan kurangnya transparansi. Selain itu, tata kelola BUMN juga berisiko semakin tidak profesional, karena pendekatan militeristik dalam penyelesaian masalah dapat menggantikan prinsip-prinsip bisnis yang sehat dan akuntabel.

Penempatan TNI aktif di Bulog dan lembaga sipil lainnya juga melukai logika dan akal sehat publik. Bagaimana mungkin TNI, yang tidak dilatih untuk berbisnis, apalagi memimpin perusahaan, justru ditempatkan menjadi direktur BUMN. Hal ini justru menunjukan wajah asli pemerintah yang sebenarnya militer-sentris (militeristik) dan memandang seluruh permasalahan negara sebagai permasalahan pertahanan (sekuritisasi). Berdasarkan catatan Imparsial terdapat 2.569 prajurit TNI aktif di jabatan sipil pada tahun 2023. Sebanyak 29 perwira aktif menduduki jabatan sipil di luar lembaga yang ditetapkan oleh Undang-Undang TNI. Ditambah lagi dengan adanya pengangkatan Mayjen Novi tersebut, jabatan sipil yang diduduki oleh prajurit TNI aktif akan berpotensi lebih banyak lagi.

Kami menilai bahwa kebijakan Pemerintah dalam menempatkan TNI di jabatan sipil sudah melampaui batas dan secara nyata ingin mengembalikan model politik Indonesia ke masa otoritarian militer Orde Baru. Penting untuk dicatat, kebebasan dan demokrasi yang dicapai dan dinikmati khususnya oleh politisi hari ini adalah buah dari perjuangan masyarakat sipil di masa lampau. Oleh karena itu, kalangan elit politik, terutama yang tengah menduduki jabatan strategis di pemerintahan, sudah semestinya menjaga demokrasi dan bukan sebaliknya malah merusak demokrasi dan ingin mengembalikan model politik otoritarian Orde Baru dengan menarik-narik TNI ke ranah sipil.

Jakarta, 10 Februari 2025

Ardi Manto Adiputra
Direktur

Narahubung
Ardi Manto Adiputra (Direktur Imparsial)
Wahid Juliano Duaribu (Peneliti Imparsial)
Kezia Khatwani (Peneliti Imparsial)