Imparsial

Menyikapi Kasus Keterlibatan Prajurit TNI dalam Pengamanan Tambah Pasir di Gome, Kabupaten Puncak, Papua
“Presiden dan DPR Harus Evaluasi Operasi Militer di Papua”

Siaran Pers
Imparsial, the Indonesian Human Rights Monitor
No. 004/Siaran-Pers/IMP/III/2022

Pada 27 Januari 2022 tiga orang prajurit TNI telah gugur di Pos Ramil Gome, Kabupaten Puncak, Papua. Berdasarkan keterangan Panglima TNI pada 23 Maret 2022 diketahui bahwa adanya dugaan insubordinasi Komandan Kompi yang memerintahkan anggotanya untuk mengamankan aktivitas tambang pasir di wilayahnya dimana perintah tersebut telah mengakibatkan gugurnya tiga prajurit TNI. Kami turut berbelasungkawa atas gugurnya tiga prajurit ini, dimana hal ini seharusnya tidak terjadi jika operasi militer di Papua dijalankan sesuai prosedur.

Kami memandang bahwa langkah Panglima TNI yang memerintahkan pengusutan tuntas kasus tersebut dan melarang prajurit TNI terlibat dalam aktivitas pengamanan bisnis merupakan hal yang positif dan patut diapresiasi. Namun demikian, langkah tersebut tentunya tidak cukup jika tidak dibarengi oleh upaya evaluasi dan koreksi terhadap kebijakan keamanan, khususnya terkait pelibatan militer di Papua. Penting dicatat bahwa gugurnya tiga prajurit TNI ketika menjalankan pengamanan bisnis tambang pasir pada Januari lalu tidak bisa dilepaskan dari karut marutnya kebijakan operasi militer di Papua yang membuka potensi terjadinya penyimpangan aparat di lapangan. Kasus tersebut tidak boleh dilihat sekadar sebagai tindakan insubordinasi tetapi juga merupakan masalah kebijakan keamanan.

Dalam konteks pengusutan kasus keterlibatan aparat TNI dalam pengamanan tambang pasir, langkah yang diambil tidak boleh menyasar pada pelanggaran perintah komando semata, akan tetapi potensi pelanggaran pidana misalnya gratifikasi hingga kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa prajurit TNI. Hal ini menjadi penting untuk memberikan efek penggetar (deterrence effect) bagi prajurit lainnya. Selain itu, upaya pengusutan juga tidak boleh berhenti pada Komandan Kompi semata. Pengusutan pihak-pihak lain yang mungkin terlibat seperti komandang di atasnya serta pihak penambang pasir juga harus dilakukan.

Lebih jauh, peristiwa ini sejatinya menunjukan keterlibatan TNI dalam bisnis tambang di Papua memang benar adanya. Belum lama ini Koalisi Bersihkan Indonesia juga melaporkan adanya aktivitas militer berkait dengan proyek investasi tambang ekstraktif di Intan Jaya. Namun, alih-alih laporan tersebut ditanggapi secara serius oleh pemerintah, laporan tersebut justeru direspon dengan penetapan tersangka terhadap Fatia dan Haris Azhar, dua aktivis HAM yang menyuarakan hasil laporan tersebut.

Kami menilai kasus keterlibatan aparat TNI dalam pengamanan bisnis pasir menunjukan pentingnya bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan keamanan di Papua. Selama ini, persoalan akuntabilitas kebijakan keamanan di papua, khususnya terkait pelibatan militer dalam berbagai operasi militer, tidak pernah menjadi perhatian serius pemerintah. Pemerintah juga harus mengkaji ulang dasar keberadaan operasi militer di Papua. Hal ini mengingat operasi militer di Papua dijalankan bukan pada masa perang melalui penetapan Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) akan tetapi dijalankan pada masa damai. Selain itu, landasan hukum operasi militer di Papua juga bermasalah. Pasal 7 ayat (3) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI mensyaratkan baik operasi militer untuk perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP) harus berdasarkan keputusan politik negara. Sedangkan, merujuk Penjelasan Pasal 5 UU TNI, yang dimaksud dengan kebijakan dan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan DPR seperti rapat konsultasi dan rapat kerja selama ini tidak pernah ada.

Berdasarkan hal diatas Imparsial:

  1. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi seluruh operasi militer di Papua, dengan terlebih dahulu memerintahkan kepada Panglima TNI untuk menarik pasukan non-organik dari Papua;
  2. Mendesak DPR RI memanggil Presiden dan Panglima TNI guna mempertanggungjawabkan seluruh operasi militer di Papua selama ini dan melaksanakan kewenangannya sesuai Pasal 7 ayat (3) juncto Pasal 5 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Jakarta, 25 Maret 2022

Hormat kami,

Gufron Mabruri
Direktur

Narahubung:

  1. Gufron Mabruri +62 815-7543-4186
  2. Ardi Manto Adiputra +62 812-6194-4069
  3. Hussein Ahmad 081259668926
id_IDBahasa Indonesia