CNN Indonesia | Senin, 31/05/2021 19:07 WIB
Jakarta, CNN Indonesia — Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan mengajukan uji materi atau judicial review ke The Constitutional Court (MK) terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) pada Senin (31/5).
Pasal yang diajukan untuk diuji materi mengenai komponen cadangan (Komcad). Diketahui, Komcad merupakan program pelibatan sipil untuk pertahanan nasional yang dijalankan Kementerian Pertahanan.
“Pada hari ini kami telah mengajukan judicial review sejumlah pasal di dalam UU PSDN ke Mahkamah Konstitusi,” kata peneliti Imparsial, Husein Ahmad sebagai salah satu tim advokasi tersebut dalam keterangan resminya.
Husein menilai pembentukan Komponen Cadangan (Komcad) yang diatur dalam UU tersebut memiliki masalah. Baik secara substansial maupun secara prosedural.
Ia pun menilai pembentukan Komcad nilai bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia di dalam konstitusi. “Dan secara prosedural pembahasan yang terburu-buru dan minim partisipasi publik,” kata dia.
Lebih lanjut, Husein merinci sejumlah ketentuan dalam UU PSDN yang diminta untuk dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Yakni Pasal 4 ayat (2) dan (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20 ayat (1) huruf a, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 46, Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU PSDN.
Ia juga meminta MK untuk membatalkan beberapa substansi dalam aturan tersebut karena bermasalah secara hukum, hak asasi manusia, dan tata kelola sistem pertahanan-keamanan.
Subtansi yang bermasalah itu di antaranya terkait ruang lingkup ancaman yang sangat luas. Dalam Pasal 4 UU PSDN disebutkan bahwa ruang lingkup ancaman meliputi ancaman militer, ancaman non militer, dan ancaman hibrida.
Husein menilai luasnya ruang lingkup ancaman menimbulkan permasalahan tersendiri. Komcad dalam UU tersebut, kata dia, dapat digunakan untuk menghadapi ancaman keamanan seperti dalih untuk menghadapi ancaman bahaya komunisme, terorisme, dan konflik dalam negeri.
“Hal itu dapat berpotensi menimbulkan terjadinya konflik horizontal di masyarakat. Untuk itu kami menilai, ketentuan di dalam pasal Pasal 4 ayat (2) dan (3) serta Pasal 29 bersifat kontradiktif dengan sejumlah ketentuan perihal pertahanan negara,” kata dia.
Selain itu, Husein menilai penetapan Komcad berupa sumber daya alam dan sumber daya buatan serta sarana dan prasarana nasional mengabaikan prinsip kesukarelaan.
Untuk menjadi Komcad, kata dia, kedua sumber daya serta sarana dan prasarana yang dikelola baik oleh warga negara maupun swasta tersebut hanya melewati verifikasi dan klasifikasi oleh Kementerian Pertahanan tanpa kesukarelaan dari pemilik.
“Dengan demikian, UU ini tidak memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak properti yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal ini akan membuka ruang potensi konflik sumber daya alam dan konflik pertanahan antara negara dan masyarakat,” kata dia.
Husein juga menganggap penggunaan hukum militer bagi anggota Komcad selama masa aktif tidak tepat. Menurutnya, saat ini reformasi militer sedang tersendat karena militer tak tunduk terhadap sistem peradilan umum.
“Padahal, kewajiban untuk tunduk pada sistem peradilan umum bagi anggota militer merupakan perintah Pasal 3 ayat (4) TAP MPR VII/2000 dan Pasal 65 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004. Ketidaktundukkan pada peradilan umum ini berpotensi melanggengkan impunitas dan menghambat reformasi peradilan militer,” kata dia.