Imparsial

Pro Kontra Rekrutmen Komponen Cadangan, UU PSDN Digugat ke MK

Senin, 31 Mei 2021 17:35Reporter : Merdeka

Merdeka.com – Empat badan hukum dan tiga individu yang tergabung dalam Tim Advokasi Untuk Reformasi Sektor Keamanan mengajukan gugatan uji materiil Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) ke The Constitutional Court (MK). Hal ini buntut pro kontra rekrutmen Komponen Cadangan atau Komcad.

The disputers consist of Imparsial, KontraS, Public Virtue Foundation Jakarta, PBHI, and three individuals namely Ikhsan Yosarie, Gustika Fardani Jusuf, and Leon Alvinda Putra.

Peneliti Imparsial Husein Ahmad menyampaikan, pembentukan Komponen Cadangan yang didasarkan pada UU PSDN itu bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia di dalam konstitusi. Kemudian pembahasan UU PSDN pun terbilang terburu-buru dan minim partisipasi publik.

“Kami menilai pembentukan Komponen Cadangan yang dilakukan di tengah kebutuhan penanganan serius dari negara dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19, menunjukkan rendahnya kepedulian negara akan soal kemanusiaan dalam penanganan pandemi Covid ini. Untuk itu, pada hari ini kami telah mengajukan judicial review sejumlah pasal di dalam UU PSDN ke The Constitutional Court,” tutur Husein saat konferensi pers virtual, Senin (31/5).

Menurut Husein, pihaknya menggugat sejumlah ketentuan dalam UU PSDN. Antara lain Pasal 4 ayat (2) dan (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20 ayat (1) huruf a, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 46, Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU PSDN.

Pasal 4 UU PSDN misalnya, ruang lingkup ancaman yang dicantumkan meliputi ancaman militer, ancaman non militer, dan ancaman hibrida. Hal tersebut dinilai terlalu luas dan dapat menimbulkan terjadinya konflik antar-warga.

“Komponen Cadangan yang telah disiapkan dan dibentuk pemerintah dapat digunakan untuk menghadapi ancaman keamanan dalam negeri seperti dalih untuk menghadapi ancaman bahaya komunisme, terorisme, dan konflik dalam negeri yang berpotensi menimbulkan terjadinya konflik horizontal di masyarakat,” jelas dia.

Kemudian, lanjut Husein, penetapan Komponen Cadangan berupa sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional telah mengabaikan prinsip kesukarelaan. Untuk menjadi Komponen Cadangan, keseluruhannya hanya melewati verifikasi dan klasifikasi oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan), tanpa kesukarelaan dari pemilik.

“Dengan demikian, UU ini tidak memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak properti yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal ini akan membuka ruang potensi konflik sumber daya alam dan konflik pertanahan antara negara dan masyarakat,” kata Husein.

Gugatan tersebut juga menyasar ke sanksi pidana yang diberlakukan bagi setiap orang yang menjadi Komponen Cadangan, namun menghindari panggilan mobilisasi dengan ancaman hukuman mencapai 4 tahun. Sementara jika seseorang membuat Komponen Cadangan tidak memenuhi panggilan mobilisasi, terancam hukuman penjara 2 tahun.

“Hal ini tentu menyalahi prinsip conscientious objection, hak untuk menolak atas dasar keyakinannya, yang merupakan prinsip utama dalam pelibatan warga sipil dalam pertahanan di berbagai negara yang sudah diakui dalam norma HAM internasional,” ujarnya.

Selanjutnya, penggunaan sistem peradilan militer bagi Komponen Cadangan dinilai bertentangan dengan prinsip‐prinsip persamaan di muka hukum atau equality before the law. Sementara reformasi peradilan militer sendiri tersendat lantaran tidak tunduknya militer terhadap sistem peradilan umum, sebagaimana perintah Pasal 3 ayat (4) TAP MPR VII/2000 dan Pasal 65 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004.

“Terakhir terkait anggaran untuk Komponen Cadangan yang dapat diperoleh dari sumber selain APBN, yaitu APBD, serta sumber lain yang tidak mengikat. Menurut Pasal 25 UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Pasal 66 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Military, sumber anggaran pertahanan hanya melalui APBN. Oleh karena itu, UU PSDN bertentangan dengan Undang-Undang Pertahanan sendiri dan menyalahi prinsip sentralisme anggaran pertahanan,” Husein menandaskan.

Reporter: Nanda Perdana Putra
Sumber: Liputan6.com [eko]

en_GBEnglish (UK)