Imparsial

“Peringatan Hari Bhayangkara: Momentum untuk Mendorong Kembali Agenda Reformasi Kepolisian”

Imparsial Live Press
No. 008/Siaran-Pers/IMP/VII/2021

Pada tanggal 1 Juli 2021, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) genap memasuki usianya yang ke-75 tahun. Pada peringatan Hari Bhayangkara yang ke-75 ini, Imparsial ingin menyampaikan apresiasi kepada seluruh anggota Polri atas pengabdian dan peran pentingnya selama ini dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Usia yang sudah tidak muda lagi memunculkan harapan besar kepada Polri agar menjadi semakin lebih baik dalam memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat yang sesuai dengan visi dan misi kepolisian. Lebih dari itu, kami juga berharap agar anggota Polri di dalam menjalankan tugas dan fungsinya dapat selalu mengedepankan akuntabilitas, transparansi, serta menjunjung tinggi prinsip dan nilai hak asasi manusia.
 
Kami memandang, peringatan Hari Bhayangkara ini sebaiknya tidak hanya dirayakan secara seremonial, namun juga perlu dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi dan refleksi bagi institusi kepolisian. Momentum ini seyogyanya dapat dimanfaatkan untuk pembenahan dan mendorong perbaikan di internal Polri, mengingat masih banyak pekerjaan rumah yang dihadapi serta agenda reformasi kepolisian yang dapat dikatakan masih jauh dari kata selesai.
 
Kami menilai, upaya mendorong agenda reformasi kepolisian perlu menjadi perhatian serius dalam pembenahan dan perbaikan Polri ke depan. Meski diakui ada sejumlah capaian positif yang dihasilkan seperti pemisahan TNI dan Polri yang kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, namun proses reformasi kepolisian masih menyisakan sejumlah permasalahan dan tantangan.
 
Dalam konteks reformasi tersebut, salah satu agenda penting yang harus didorong ke depan adalah penguatan prinsip dan standar hak asasi manusia dalam aturan internal dan implementasinya di dalam kerja-kerja kepolisian. Meski pada tataran aturan internal Polri telah memiliki Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, namun aturan tersebut belum diadopsi secara detil dalam aturan turunannya seperti prosedur operasional standar, petunjuk teknis, maupun petunjuk pelaksanaan kerja-kerja kepolisian.
 
Urgensi penguatan hak asasi manusia di internal kepolisian juga diperkuat dengan masih terjadinya sejumlah kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh anggota kepolisian, seperti kekerasan dalam penanganan unjuk rasa, praktik penyiksaan yang banyak terjadi dalam penegakan hukum, pembatasan terhadap kebebasan berekspresi, dan lain-lain. Berbagai kasus tersebut menunjukkan masih kurangnya pemahaman dan kemampuan anggota kepolisian di lapangan dalam menerjemahkan prinsip dan standar hak asasi manusia di dalam kerja-kerjanya di lapangan.
 
Penguatan tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik (good governance) di tubuh Polri juga menjadi tantangan dalam agenda perbaikan internal Polri ke depan. Dalam konteks ini, menjadi penting bagi Polri untuk mengoptimalkan akuntabilitas dan transparansi dalam konteks pelaksanaan tugas-tugas kepolisian sesuai dengan UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri. Upaya tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan memperkuat mekanisme pengawasan terhadap kerja-kerja kepolisian baik secara internal maupun eksternal seperti dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komnas HAM, parlemen, dan lain-lain. Hal ini penting demi menjamin akuntabilitas serta transparansi institusi Polri serta memperbaiki citra Polri di masyarakat.
 
Dalam rangka mendukung dan memperkuat profesionalisme Polri, independensi dan netralitas kepolisian juga harus dijaga dan diperkuat ke depan. Hal tersebut menjadi semangat dan nilai yang harus didorong dan dijalankan, tidak hanya oleh pimpinan di tubuh Polri tetapi juga menjadi kewajiban politik dari elit dan pemimpin sipil untuk menahan diri dengan tidak melakukan intervensi terhadap organisasi dan kerja-kerja institusi kepolisian. Dalam konteks itu, yang dibutuhkan adalah komitmen elit politik dan pemimpin sipil untuk memperkuat pengawasan dan memastikan Polri ke depan menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, akuntabel, transparan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
 
Kami juga berharap bahwa dalam konteks pembenahan dan perbaikan internal ke depan, terutama dalam upaya mendorong kembali agenda reformasi kepolisian, Polri bisa lebih membuka diri untuk menerima masukan, saran, maupun kritik yang disampaikan oleh masyarakat. Dalam konteks tersebut, penting bagi Polri untuk terus mengoptimalkan ruang komunikasi dengan berbagai kelompok di masyarakat demi mewujudkan Polri yang lebih baik.
 
Jakarta, 2 Juli 2021
 
Gufron Mabruri
Director of Imparsial

en_GBEnglish (UK)