Imparsial

Merespon Pelarangan Kegiatan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Indonesia oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat “Pelanggaran Nyata terhadap Hukum dan HAM: Ancaman Toleransi dan Kebebasan Beragama Berkeyakinan”

Siaran Pers IMPARSIAL
No. 023/Siaran-Pers/IMP/XII/2024

Merespon Pelarangan Kegiatan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Indonesia oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

“Pelanggaran Nyata terhadap Hukum dan HAM: Ancaman Toleransi dan Kebebasan Beragama Berkeyakinan”

Pejabat (Pj) Bupati Kuningan, Agus Toyib secara resmi melarang kegiatan Jalsah Salanah yang akan diselenggarakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pelarangan tersebut tertuang dalam Surat Bupati Kuningan tertanggal 4 Desember 2024 yang berisi bahwa Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Indonesia tidak boleh dilaksanakan dengan alasan akan menyebabkan kondusivitas daerah terganggu. Kegiatan Jalsah Salanah sendiri merupakan kegiatan pertemuan nasional tahunan dimana pada tahun ini rencananya akan digelar pada 6-8 Desember 2024 dengan menghadirkan anggota Jemaat Ahmadiyah dari berbagai pelosok daerah di Indonesia. Pj. Bupati Kuningan tersebut menyampaikan bahwa banyak pihak menolak kegiatan tersebut dan kondisi ini dikhawatirkan dapat menimbulkan perselisihan di Desa Manislor.

Imparsial memandang, bahwa tindakan tersebut merupakan suatu bukti nyata dan ekspresi terbuka pelanggaran terhadap Konstitusi, yakni Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) yang menjamin kebebasan dan kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agama dan kepercayaan. Lebih lagi, kegiatan Jalsanah Salanah merupakan suatu bentuk kebebasan berserikat dan berkumpul, yang juga dijamin oleh konstitusi, yakni Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Larangan ini timbul karena desakan beberapa kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan, yang terdiri dari FPI, Persada 212, Ormas Pagar Akidah (Gardah), dan beberapa kelompok kecil yang berafiliasi dengan mereka. Seharusnya kegiatan tersebut mendapat perlindungan dan penjaminan keamanan yang layak dari pemerintah, bukan malah dihalang-halangi dan dilarang dalam pelaksanaannya.

Pelarangan kegiatan Jalsah Salanah juga menegaskan bahwa Pemerintah tunduk kepada kelompok-kelompok intoleran. Sikap Pemerintah semacam ini merupakan penyebab utama terjadinya pengulangan pelanggaran atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, khususnya Provinsi Jawa Barat. Pemerintah memberikan sinyal ketidakberdayaan di hadapan kelompok-kelompok intoleran yang secara nyata bertentangan dengan semangat kebhinekaan dan toleransi yang selama ini justru digaungkan oleh Pemerintah sendiri.

Imparsial menilai, tindakan yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan menunjukkan kemunduran penghormatan keragaman dan menghambat promosi toleransi di Indonesia. Persekusi dan diskriminasi berulang yang terus dialami oleh kelompok Jemaah Ahmadiyah Indonesia menunjukkan ketidaktegasan dalam penegakan hukum dan pembiaran pemerintah atas sikap kebencian dan intoleransi kepada kelompok yang berbeda. Sangat disayangkan ketika bukannya hadir melindungi masyarakatnya, dalam kasus ini negara malah menjadi pelaku tindakan diskriminasi dan persekusi bagi pemeluk agama yang haknya dilindungi oleh Konstitusi. Kegagalan Negara dalam melindungi dan menjamin hak atas KBB dengan membiarkan adanya persekusi terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia, aspirasi politik dan kebencian yang terus-menerus dibiarkan dapat menjadi bibit dan potensi adanya ekstremisme kekerasan hingga aksi-aksi terorisme di kemudian hari.

Lebih menyedihkannya lagi, belum lama kita memperingati Hari Toleransi Internasional pada 16 November lalu yang seharusnya menjadi momentum untuk merefleksikan kondisi toleransi dan kerukunan masyarakat di Indonesia, tetapi malah dicederai oleh sikap Negara yang tidak memberikan jaminan perlindungan bagi warga negaranya. Seharusnya, baik Pemerintah Pusat maupun Daerah wajib memfasilitasi dan menjamin hak warganya untuk dapat menjalankan peribadatan sesuai dengan agama atau kepercayaan yang dianutnya, serta melakukan pemulihan atas hak-hak korban yang terlanggar dan tercerabut akibat dari sikap diskriminatif pemerintah.

Berdasarkan hal tersebut, Kami mendesak Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk segera mencabut Surat Pemberitahuan Bupati dan mengizinkan pelaksanaan Jalsah Salanah JAI di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Kami juga mendesak Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama, untuk bertindak tegas dan mengoreksi sikap Pemerintah Kabupaten Kuningan terkait pelarangan kegiatan Jalsah Salanah di Kuningan. Kami juga mendukung berbagai elemen pemerintah, baik di tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten/kota untuk bersikap tegas dan tidak mudah tunduk kepada kelompok-kelompok intoleran dan tetap berpengang teguh kepada Konstitusi.

Jakarta, 5 Desember 2024

Ardi Manto Adiputra
Director

Contact person:

  1. Ardi Manto Adiputra, Direktur (0812-6194-4069)
  2. Husein Ahmad, Wakil Direktur (0812-5966-8926)
  3. Annisa Yudha AS, Koordiantor Peneliti (0857-1178-4064)

en_GBEnglish (UK)