Imparsial Tolak Usulan Luhut Hidupkan Kembali Dwifungsi ABRI

10 Agustus 2022, 11:17:24 WIB

JawaPos.com – Direktur Imparsial Gufron Mabruri merespons pernyataan Menteri Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menginginkan TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil atas permintaan dari institusi atas persetujuan Presiden. Usulan Luhut tersebut disampaikan dalam Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD

Gufron mengatakan, keinginan Luhut agar revisi UU TNI yang akan dibahas di DPR agar mengatur TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil jika benar diakomodir jelas akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya praktik Dwi fungsi ABRI seperti pada masa otoritarian Orde Baru.

“Penting untuk dicatat, kehidupan demokrasi yang dicapai dan dinikmati hari ini adalah buah dari perjuangan politik berbagai kelompok pro demokrasi pada tahun 1998,” ujar Gufron dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, Rabu (10/8).

Oleh karena itu, kalangan elit politik, terutama yang tengah menduduki jabatan strategis di pemerintahan, semestinya menjaga dan bahkan memajukan sistem dan dinamika politik demokrasi hari ini, dan bukan sebaliknya malah mengabaikan sejarah dan pelan pelan ingin mengembalikan model politik otoritarian Orde Baru.

“Penting untuk diingat, penghapusan Dwi fungsi ABRI merupakan bagian dari agenda demokratisasi tahun 1998,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan, penghapusan tersebut tidak hanya sebagai bentuk koreksi terhadap penyimpangan fungsi dan peran ABRI yang lebih sebagai alat kekuasaan di masa otoritarian, tapi juga untuk mendorong terwujudnya TNI yang profesional dan secara lebih luas lagi merupakan bagian dari agenda pembangunan demokrasi di Indonesia.

“Salah satu praktik Dwi fungsi ABRI yang dihapuskan adalah penempatan anggota TNI aktif pada jabatan-jabatan sipil, baik di kementerian, lembaga negara maupun pemerintah daerah (Gubernur, Bupati, Walikota),” tegasnya.

Kendati demikian, terdapat pengecualian yakni militer aktif hanya dapat menduduki jabatan-jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi pertahanan seperti Kementerian Pertahanan, Kemenkopolhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung (Pasal 47 ayat 2 UU TNI).

“Kami menilai bahwa dalam upaya menjaga dan mendorong pemajuan sistem dan praktik demokrasi di Indonesia, peran sosial-politik ABRI/TNI yang telah dihapuskan pada tahun- tahun transisi politik 1998 menjadi penting untuk dijaga dan dipertahankan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Gufron juga menjelaskan, wacana perwira militer aktif dapat menduduki jabatan-jabatan sipil di kementerian dan lembaga yang didorong oleh Luhut Binsar Panjaitan, diragukan hal tersebut bertujuan untuk pembangunan dan penataan TNI. Sebab, jika usulan tersebut diakomodir dalam revisi UU TNI, tidak hanya akan merusak dinamika internal TNI, tapi juga kehidupan politik demokrasi.

Sebab, jika masalahnya adalah adanya penumpukan perwira non-job di dalam TNI, upaya lain untuk menyelesaikan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara lain, seperti melalui perbaikan proses rekrutmen prajurit, pendidikan, kenaikan karir dan kepangkatan. Berbagai agenda tersebut jauh lebih penting untuk dilakukan, bukan membuka ruang penempatan mereka pada jabatan-jabatan sipil yang hanya akan memunculkan masalah baru di kemudian hari.

“Wacana penempatan TNI dalam jabatan sipil adalah siasat untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru yaitu banyaknya anggota TNI aktif yang saat ini menduduki jabatan-jabatan sipil,” ujarnya.

Di anatarnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara. Ombudsman RI sendiri mencatat sebanyak 27 anggota TNI aktif menjabat di BUMN. Bahkan, belakangan ini sudah ada perwira TNI aktif yang menduduki jabatan kepala daerah seperti di Kabupaten Seram Bagian Barat.

“Sudah seharusnya TNI fokus menjadi alat pertahanan yang profesional. Wacana penempatan prajurit aktif ke dalam jabatan-jabatan sipil yang digulirkan oleh Luhut Binsar Panjaitan justru akan mengganggu fokus dan kesiapan prajurit dalam menghadapi ancaman perang ke depan,” pungkasnya.

en_GBEnglish (UK)